Pertanyaannya tentu saja kenapa serial ini begitu menarik? Pertengahan Mei lalu, Kompas mendapat kesempatan bercakap-cakap dengan para pemain serial ini di tengah kota London yang hujan, ditemani makanan kecil dan bercangkir-cangkir teh hangat. Satu hal yang pasti, serial televisi yang dibuat berdasarkan novel George R Martin ini menjanjikan satu hal: Ketidakpastian.
Ketidakpastian ini dibungkus dengan cerita fantasi ala abad Pertengahan, dialog yang cerdas, dan karakter yang terus berkembang. Perlahan tetapi pasti, semua tokoh protagonisnya mati. Itu pun dengan cara kejam. Ned Stark, tokoh utama pada musim pertama mati dengan digantung. Musim ketiga juga menghadirkan episode "Red Wedding", yaitu pembantaian di pernikahan di tengah pernikahan Rob Stark, putra Ned.
"Musim keempat? Hmm... Siap-siap saja. Akan ada tragedi yang lebih besar, selain naganya sekarang sudah besar," kata Maisie Williams, pemeran Arya Stark.
Main bagus atau dibunuh
Rupanya, di antara para pemain, tewasnya karakter demi karakter menjadi bahan bercanda. Thomas Brodie-Sangster yang menjadi Jojen Reed mengatakan, para pemain tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada karakter mereka di episode berikutnya. Sampai-sampai, kalau khusus diajak makan produser, mereka akan menatap pemain lain dengan pandangan khawatir.
"Pilihannya cuma dua, kau main bagus atau karaktermu akan dibunuh. Masalahnya, kami semua bermain bagus," katanya.
Carice van Houten, yang berperan sebagai penyihir jahat Melisandre, bahkan pernah hampir menangis waktu diajak makan oleh asisten produser. Walaupun sampai akhir tak terjadi apa-apa, sepanjang makan ia gelisah.
"Saya seperti menunggu, kapan dan bagaimana dia akan mulai pembicaraan tentang karakter saya yang mau dibunuh," ujar Carice.
Sambil minum english breakfast tea dan mengunyah muffin bertoping irisan telur, asparagus, dan keju krim, wartawan berdiskusi dengan para pemain tentang film ini. Bagi Isaac Hempstead Wright yang menjadi Brian Stark yang lumpuh, film ini menarik justru karena ceritanya yang tragis. Cerita tentang fantasi dan petualangan dieksekusi lewat skrip yang memukau.
Sementara Liam Cunningham yang menjadi Davos Seaworth mengatakan, investasi terbesar film ini ada di karakter tokoh-tokohnya, masing-masing memiliki kekuatan dan kekhasan. Perjalanan tiap-tiap tokoh tidak pernah membosankan karena pemain tidak tahu apa yang menunggu di halaman berikutnya dari skenario. Liam bercerita, ia bekerja keras untuk menguasai skenario yang diberikan 2-3 minggu sebelum shooting.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.