Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dulu Makelar, Frans Kini Raja Mebel Beromzet Puluhan Miliar

Kompas.com - 17/05/2014, 14:56 WIB


KOMPAS.com -
Memiliki jiwa pengusaha sejati adalah bertekad kembali bangkit ketika berada pada kondisi terpuruk. Itulah gambaran perjalanan seorang Frans Satrya Pekasa dalam mengelola usaha mebel jati. Berada di titik minus pada tahun 2005 ketika bisnisnya di ambang kehancuran, pria berkacamata ini kembali bergerak untuk memperbaiki keadaan.

Di tengah lilitan utang yang menumpuk kala itu, hanya dengan bermodalkan nama baik, Frans kembali mencoba menjalankan bisnis mebel jati ini dari awal. Dengan semangat pantang menyerah, dalam kurun waktu dua tahun, bisnisnya pun bisa kembali pulih.  

Kini dia dikenal sebagai salah satu sosok sukses dalam industri mebel. Lewat perusahaan yang dia dirikan bernama PT Gading Dampar Kencana, pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat, ini mampu meraih omzet puluhan miliar rupiah per tahun.

Kesuksesannya mengelola usaha hingga mampu menembus pasar ekspor membuat Frans berhasil menyabet dua kali penghargaan Primaniyarta sebagai eksportir terbaik pada tahun 2012 dan 2013.

Frans telah berkecimpung dalam bisnis ekspor mebel sejak tahun 1998 setelah dia menamatkan pendidikan sarjana di Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya jurusan teknis industri. Ia fokus ekspor furnitur luar ruangan dan mebel taman berbahan kayu jati.

Frans memilih sektor furnitur, karena menurutnya,  peluang mebel masih cukup besar. Ia melihat  Indonesia sangat kaya akan kayu-kayu berkualitas.

Awal terjun ke usaha ini, Frans hanya sebagai makelar untuk agen eksportir furnitur rotan dan kayu jati di Cirebon. Tugasnya mencari pesanan pada agen dan kemudian menjadi perantara untuk melanjutkan pesanan produksi ke para perajin.

Mulai tahun 2001, Frans memilih mencari pembeli asing sendiri dengan bermodal jaringan yang sudah dia rintis selama menjadi makelar mebel. Dari situ kemudian berdiri PT Gading Dampar Kencana yang memproduksi mebel dengan merek dagang Mega Furniture.

Untuk mengembangkan usahanya, pria kelahiran tahun 1975 ini memanfaatkan internet dalam upaya menjaring pembeli dari luar negeri. Selain membuat website, dia juga menggunakan banyak portal usaha, seperti Alibaba dan Indonetwork, untuk mempromosikan produk.

Kini Frans telah mampu mengekspor furnitur ke 45 negara di tiga benua, yaitu Benua Asia, Eropa, dan Amerika. Beberapa negara tujuan ekspornya adalah Israel, Guatemala, Nigeria, Italia, Turki, Inggris, Austria, dan lain-lain. Dia juga sukses berekspansi hingga ke Negeri Tirai Bambu China, bahkan telah mendirikan tiga toko mebel di sana bernama Teak123.

Saat ini, Frans bisa mengekspor sekitar 30 kontainer berisi meja, kursi, lemari, dan lain-lain per bulan. Dari situ, ia bisa meraup omzet sekitar 5 juta dollar AS atau setara dengan Rp 57 miliar (kurs 11.500 per dollar AS). Untuk produksi, Frans bekerjasama dengan 136 perajin dan 400 karyawan yang bekerja di empat pabriknya di Jepara.

Gadaikan mobil

Tak mudah bagi Frans meraih kesuksesan sebagai eksportir furnitur berbahan baku kayu jati dengan omzet puluhan miliar per tahun. Ia sempat mengalami kegagalan hingga titik terendah dalam karier sebagai pengusaha di 2005.

Tapi kejadian, itu justru menjadi pelecut agar dia segera bangkit dari keterpurukan. Dia pun sempat harus membantu mencari cara untuk melunasi utang usaha sang ayah lantaran kejatuhan usaha konstruksinya.

Cara Frans untuk membantu ayahnya adalah dengan menjadi makelar mebel, setelah lulus kuliah pada 1998. “Saat itu perusahaan ayah saya diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) karena terlilit utang besar di bank,” kenang Frans.

Memulai karier sebagai makelar mebel tidak terlalu sulit baginya. Karena, Frans sudah memiliki pengalamannya magang di delapan perusahaan saat masih mahasiswa, salah satunya perusahaan furnitur. Sebagai modal awal usaha, ia menggadaikan mobil Honda Civic tahun 1989 miliknya senilai Rp 25 juta.

Awalnya, Frans hanya makelar bagi agen eksportir furnitur rotan dan kayu jati. Tugasnya, mencari order pada agen dan kemudian meneruskan pesanan produksi pada perajin.

Namun, lantaran menjadi makelar cukup rumit, akhirnya mulai 2001 ia memilih mencari pembeli asing sendiri dengan bermodal jaringan yang sudah dirintisnya saat menjadi makelar.

Dengan bantuan teknologi  internet, ia mengelola banyak situs untuk menawarkan jasanya menjual mebel rotan dan kayu jati. Bisnis yang diawali dengan bekerjasama dengan dua karyawan, salah satunya dengan teman satu SMA itu, berjalan mulus.

Sedikit demi sedikit usahanya terus berkembang, hingga dia berhasil mengekspor berbagai furnitur berbahan rotan dan kayu jati sampai tiga kontainer setiap bulan. Dari situ dia berhasil melunasi utang sisa kebangkrutan usaha ayahnya.

Dengan modal yang dimiliki, tahun 2004 ia mulai berekspansi ke bisnis properti dan jual-beli batubara. Namun malang tak bisa ditolak, bisnis properti dan batubara yang dia jalankan merugi. Sementara itu, bisnis mebelnya pun kandas setelah rekan kerjanya yang juga teman SMA dulu membawa kabur uang perusahaan tanpa sisa.

Lagi-lagi Frans kembali menanggung utang besar dari bank. Seluruh aset baik rumah dan mobilnya disita. Frans sampai harus rela menumpang di rumah mertuanya. Setelah enam bulan dari peristiwa itu, Frans memutuskan kembali bangkit.

Dia mulai kembali mendekati para perajin. “Saya dapat pinjaman Rp 11 miliar dari perajin yang dulu bekerja dengan saya,” papar Frans. 

Di tengah keterpurukan itu ia tetap berusaha bangkit.  Dengan bantuan teknologi  internet, ia terus berusaha menjual produk furniturnya ke seluruh dunia. "Saya rajin melakukan pemasaran dari internet dan mengelola website, sehingga membuat saya seperti sekarang," katanya.

Semua upayanya itu tidak sia-sia. Sampai saat ini, ia sudah bisa mengekspor furnitur jati ke 45 negara dan membuka tiga toko di Tiongkok. Frans bilang, untuk saat ini tidak banyak kendala yang dia hadapi dalam menjalankan bisnisnya.

Itu juga yang membuat dia makin gencar mengembangkan bisnis. Ke depan, ia berencana untuk membuka dua toko lagi di China. Menurutnya, pangsa pasar di Negeri Panda itu masih sangat besar jika dikelola dengan baik.

Frans sendiri mengaku tidak tertarik merambah bisnis di sektor lain. Ia tetap akan fokus mengembangkan bisnis furnitur yang sedang dilakoninya. Apalagi dari pengalaman sebelumnya ia pernah gagal ketika merambah bisnis properti dan batubara.

Untuk membesarkan bisnis furnitur, ia fokus memproduksi furnitur luar ruangan, khususnya kayu jati. Frans sudah meninggalkan furnitur rotan karena bahan bakunya semakin sulit didapatkan.

Frans mengaku, tidak menyiapkan strategi khusus untuk mengembangkan usahanya yang bernaung di bawah PT Gading Dampar Kencana ini. Sebab, menurutnya, regulasi yang dikeluarkan pemerintah bisa berubah kapan saja. "Kalau regulasi berubah, strategi yang sudah disiapkan tidak akan ada gunanya," ujarnya.  (Dina Mirayanti Hutauruk)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com