Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepatu Batang Pisang Suminah, Modal Rp 150.000 Kini Omzet Puluhan Juta Rupiah

Kompas.com - 30/07/2014, 08:00 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com — Suminah, ibu rumah tangga warga Desa Harapan Makmur, Kecamatan Pondok Kubang, Bengkulu, tak menyangka kemampuannya memintal dan mendesain sepatu berbahan dasar kulit pisang membuat ia menjadi pengusaha kecil yang mulai membidik pasar ekspor Tiongkok dan Ukraina.

Sepatu buatan tangan berbahan dasar batang pisang tersebut ia geluti bermula dari kerisauannya melihat kebun pisang seluas setengah hektar yang ia miliki di belakang rumah.

"Awalnya saya tidak membuat sepatu, tetapi batang pisang tersebut saya olah untuk kerajinan tangan seperti gantungan kunci, tas, tempat tisu, dan sebagainya, yang dijual dalam pasar terbatas pesanan konsumen," kata Suminah saat ditemui di rumahnya, pekan lalu.

Namun, lanjut dia, awal tahun 2012 Pemprov Bengkulu menyarankan agar kerajinan batang pisang itu dimodifikasi dengan pembuatan sepatu fashion untuk perempuan dan ternyata berhasil.

kompas.com/Firmansyah sepatu berbahan dasar batang pisang
Atas kerja sama dengan pemerintah, akhirnya ia sempat beberapa kali mengenyam sekolah khusus pembuatan sepatu di Balai Persepatuan Indonesia di Sidoarjo. Bahkan, pada tahun 2014 ia berencana mengambil pendidikan khusus pecah pola sepatu.

Sepatu fashion berbahan dasar batang pisang ini memang belum populer di kalangan masyarakat umum. Hanya kalangan tertentu yang memesan, itu pun kebanyakan pesanan dari luar Bengkulu, seperti Gorontalo, Jawa Tengah, Jakarta, dan beberapa istri kalangan pejabat, seperti gubernur dan bupati.

"Beberapa kali saya dikirim pemerintah untuk ikut pameran seperti di Tiongkok, bahkan September 2014 jika tak ada halangan saya dikirim juga ke Ukraina untuk promosi dan pameran sepatu karya saya ini," kata dia bangga.

Jika diamati, sepatu dan sandal buatan Suminah cukup mengikuti tren mode dengan bentuk dan desain yang sedang digandrungi para kaum remaja dan para ibu. "Sepatu ini memang fashion terbatas cukup modis untuk digunakan para remaja dan kaum ibu jika hendak jalan ke mal, dan sebagainya," kata dia.

Hingga kini dalam satu bulan ia menerima pesanan pembuatan sepatu tersebut antara 10 hingga 15 pasang dengan harga beragam. Ia menjual sepatu berbahan dasar batang pisang tersebut bervariasi antara Rp 150.000 hingga Rp 250.000.

kompas.com/Firmansyah Sepatu berbahan dasar batang pisang
Sedangkan untuk model sandal dengan motif batik besurek khas Bengkulu antara Rp 60.000 hingga Rp 250.000. Sejauh ini, ia mengatakan, kendala terberat yang ia hadapi adalah persoalan permodalan. Soal pemasaran, ia tak mempersoalkannya karena ia telah cukup dikenal dan memiliki branding dengan merek Mega Souvenir.

Permodalan, kata dia, terbentur karena membeli bahan baku tergolong susah. Sebab, tidak saja membutuhkan batang pisang. "Bengkulu masih susah bahan baku. Kalau batang pisang cukup, namun untuk bahan baku seperti lem, insol, high heels, cat, dan pengkilap harus pesan di Pulau Jawa," ungkap dia.

Bisnis tersebut dimulainya dengan modal yang murah, yakni sebesar Rp 150.000. Saat ini omzet usaha Suminah bisa mencapai puluhan juta rupiah. Sejauh ini, ia mengatakan, peran pemerintah sudah maksimal, tinggal lagi permodalan yang ia butuhkan untuk dapat terus beroperasi bersama empat orang karyawannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com