Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Celah, Pemerintah Perketat Pajak UKM

Kompas.com - 23/01/2015, 11:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Pemilik usaha kecil menengah (UKM) harus siap-siap menghadapi ketegasan petugas pajak. Mulai tahun ini, Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan memperketat aturan pajak UKM. Hal itu untuk mencegah pengusaha mengambil keuntungan dari keberadaan pajak UKM. 

Pajak bagi UKM sejatinya telah berlaku sejak pertengahan tahun 2013. Yakni setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Sesuai aturan itu, wajib pajak yang memiliki usaha dengan omzet Rp 300 juta-Rp 4,8 miliar per tahun kena PPh 1 persen dari omzet. Awalnya, pajak ini untuk menyasar jutaan pengusaha UKM yang selama ini tak bayar pajak. "Aturan ini sudah jalan, tapi tak efektif, sehingga harus direvisi," kata Menteri keuangan Bambang Brodjonegoro, Selasa (20/1/2015).

Sebab, banyak pengusaha UKM yang tetap tak bayar pajak. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemkeu pun tak bisa berbuat apa-apa karena peraturan itu tak mengatur sanksi bagi para pelanggar.

Selain itu, kata Bambang, banyak pengusaha kecil memanfaatkan celah ini. Pengusaha yang selama ini sudah bayar PPh dengan tarif reguler sebesar 25 persen, malah beralih ke pajak UKM yang lebih murah. "Ternyata aturan pendukungnya membolehkan perusahaan yang sudah bayar pajak normal ikut skema itu (pajak UKM 1 persen dari omzet)," ujar Bambang yang enggan menyebut identitas perusahaannya.

Revisi aturan
Direktur Penyuluhan dan Pelayanan Masyarakat DJP Wahyu Karya Tumakaka, menambahkan, hasil kajian kantor pajak menyatakan peralihan ke pajak UKM berkontribusi dalam kegagalan tercapainya target PPh non minyak dan gas (migas) tahun lalu. 

Realisasi PPh non-migas hanya 94,7 persen dari target APBN-P 2014 sebesar Rp 460,1 miliar. "Indikasinya terjadi penurunan PPh yang ditangani sejumlah Kantor Pelayanan Pajak Pratama," jelas Wahyu, tanpa menyebut lokasi KKP.

Wakil Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pajak Kemkeu Mardiasmo menegaskan revisi PP 44/2013 akan membuat beleid itu lebih bertaji mengoleksi pajak UKM.

Sayang, ia enggan menjelaskan lebih lanjutnya karena revisi ini akan dipaparkan dalam pertemuan dengan Panitia Kerja (Panja) Penerimaan Negara di DPR, pekan depan.

Selain perubahan aturan, DJP juga akan memperketat pengawasan pelaku usaha yang menjadi wajib pajak sesuai PP 46/2013.

DJP akan memasang register cash jika pelaku usaha menggunakan transaksi secara tunai. Register cash adala h sistem transaksi yang terhubung secara online dengan kantor kantor wilayah pajak setempat. Kedua, melakukan pengawasan dari transaksi non-tunai pemilik usaha, yakni dari kartu debit, kredit, dan anjungan tunai mandiri (ATM). Ketiga, melakukan pengawasan terhadap transaksi online   untuk mencocokkan nilai pajak yang dibayar pengusaha.

Pakar perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, PP 46/2013 memang butuh revisi. Soalnya, beleid itu menimbulkan distorsi lantaran tak mendefinisikan sasaran calon kena pajak sesuai dengan undang-undang (UU) UKM.

Padahal UU UKM menyebut definisi UKM selain berdasarkan omzet, juga dari besarnya aset dan afiliasi. Potensi penerimaan pajak UKM sebenarnya bisa hingga Rp 10 triliun per tahun. Tapi realisasinya kini hanya Rp 2 triliun per tahun. (Adinda Ade Mustami)               

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Whats New
Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Whats New
Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Whats New
Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Whats New
Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Whats New
Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Whats New
Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Whats New
Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Spend Smart
Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Whats New
Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Melirik Potensi Bisnis Refraktori di Tengah Banjir Material Impor

Melirik Potensi Bisnis Refraktori di Tengah Banjir Material Impor

Whats New
IHSG Bergerak Tipis di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

IHSG Bergerak Tipis di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

Whats New
Harga Emas Terbaru 3 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 3 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com