Kota Malang hidup dari pendidikan. Setiap tahun, puluhan ribu mahasiswa baru datang untuk belajar di 14 universitas negeri dan swasta di Kota Malang. Mereka berasal dari dalam dan luar Kota Malang.
Jumlah penduduk Kota Malang sendiri tahun 2013-2014 tercatat 848.474 jiwa. Dari jumlah itu, 200.000-an di antaranya adalah siswa usia sekolah, mulai dari TK hingga SMA. Mereka belajar di 1.500-an lembaga pendidikan formal, mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan khusus atau luar biasa, hingga universitas. Itu masih ditambah dengan keberadaan 200-an lembaga kursus yang tercatat di Dinas Pendidikan Kota Malang.
Banyaknya siswa usia sekolah tersebut rupanya juga menorehkan prestasi bagus bagi Kota Malang. Angka partisipasi murni sekolah mencapai 97 persen, serta angka putus sekolah SD 0,05 persen, SMP 0,37 persen, dan SMA 0,68 persen.
Bahu-membahu
Malang adalah kota pendidikan, tempat orang mengasah intelektualitas di segala bidang. Intelektualitas tidak datang dengan sendiri. Kecerdasan dibangun bahu-membahu antara masyarakat dan pemda.
Di bidang lingkungan, kota ini juga sudah menjadi percontohan. Melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Malang berusaha menangani sampah perkotaan menjadi energi terbarukan. Kota Malang menghasilkan sampah 607,44 ton per hari. Dari jumlah itu, sekitar 412,98 ton sampah masuk dan ditimbun di TPA Supit Urang.
Timbunan sampah terus menggunung hingga harus dibagi-bagi dalam sel-sel penampungan. Diperkirakan, saat ini total timbunan sampah di TPA Supit Urang mencapai 2.272.500 meter kubik. Dari jumlah tersebut, estimasi produksi gas metan di TPA Supit Urang sekitar 10,35 juta BTU per jam.
Potensi gas metan itulah yang kemudian dilirik Pemkot Malang. Tahun 2012, gas metan itu secara sederhana ditangkap dan disalurkan ke rumah-rumah warga di sekitar TPA. Lebih dari 400 rumah sudah memanfaatkan gas metan tersebut untuk memasak.
Selain penangkapan gas metan, Kota Malang juga menjadi rujukan pengelolaan bank sampah. Sampah anorganik, yang biasanya dibuang begitu saja, sejak tahun 2011 didorong untuk dikumpulkan dan dijual ke bank sampah. Uang yang diperoleh akan ditabung dan suatu ketika diambil untuk berbagai keperluan, seperti membayar listrik, air PDAM, telepon, bahkan untuk biaya kesehatan.
Saat ini nilai transaksi bank sampah Kota Malang berkisar Rp 300 juta-Rp 500 juta per bulan. Jumlah nasabah mencapai 24.000 orang, meliputi 381 kelompok masyarakat (tiap kelompok anggotanya 20-100 orang), 178 sekolah, 900-an individu, 35 instansi, serta 25 lapak atau pengepul sampah.
Untuk sampah organik pun, warga Kelurahan Sukun memiliki kecerdasan tersendiri dalam mengolahnya. Mereka memelihara cacing lumbricus sehingga sisa sampah anorganik, seperti makanan sisa dan sampah dedaunan, tidak terbuang ke sungai. Cacing ini akhirnya bisa dijual ke petambak sebagai pakan udang dengan harga cukup mahal, yakni Rp 50.000 per kg.
"Kami sedang upayakan sampah di Kota Malang bisa diolah menjadi tenaga listrik. Ini akan menjadi salah satu solusi energi alternatif yang lahir dari bahan yang terbuang," tutur Anton.
Malang memang benar-benar kota cerdas. Kecerdasan tidak hanya di bidang pendidikan formal, tetapi juga meluas hingga ke sektor lingkungan. Dan, kecerdasan itu lahir karena kerja sama warga dan pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.