Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Muda Merosot, Kedaulatan Pangan Terancam?

Kompas.com - 31/12/2015, 10:15 WIB
Ramanda Jahansyahtono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah perlu berhati-hati pada penurunan jumlah usia petani di Indonesia. Pasalnya, hal ini bisa mengganjal cita-cita pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia.

"Cita-cita untuk menjadi berdaulat dalam pangan bisa terganjal oleh usia petani di Indonesia yang menua," ujar Manajer Advokasi Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Sayyid Abdullah di Jakarta Rabu (30/12/2015).

Menurut dia, berkaca pada peridoe 2010 hingga 2014 bisa dilihat bahwa rata-rata umur petani dengan usia 15-29 tahun mengalami penurunan. Dia memberikan contoh, pada 2008 jumlah petani muda bisa mencapai 9,3 juta, namun turun pada tahun 2012 menjadi 8 juta.

"Pertumbuhannya negatif pada tenaga kerja di usia bawah 30," tutur Sayyid.

Dia menambahkan, bukan hanya petani yang berusia muda saja yang mengalami penyusutan. Petani usia 30-44 tahun juga mengalami penyusutan. "Dari 13 juta (jiwa) tahun 2008 menjadi 12 juta di 2012," papar dia.

Hal yang sama juga terjadi di petani dengan usia 45 - 60 tahun. Dari yang berjumlah 10,7 juta di 2008 menjadi 10,4 juta di 2012.

Menurut dia, penurunan yang paling signifikan ada di usia muda. Kata dia, semakin tua, semakin berkurang besar penurunannya. "Untuk petani dengan usia 60 tahun buktinya konstan di 5 juta," papar Sayyid.

"Dari hasil surveu BPS, buktinya pada tahun 2013 hanya 12 persen populasi dengan usia dibawah 30 yang jadi petani," lanjut Sayyid.

Ternyata secara keseluruhan pun, pertumbuhan jumlah petani di Indonesia kata Sayyid, juga negatif. Selama 4 tahun terhitung dari 2010, jumlah petani berkurang sebesar 2 juta jiwa.

Pada tahun 2010 jumlah petani mencapai 38 juta orang. Sedangkan di 2014 jumlahnya menyusut 2 juta menjadi 36 juta. "Kegagalan pembangunan di sekor pertanian membuat orang jadi malas untuk kembali ke pertanian," tutur Sayyid.

Menurut dia, hal tersebut ditengarai oleh prioritas pemerintahan sebelumnya yang lebih menekankan peningkatan produksi ketimbang meningkatkan kesejahteraan petani.

"Selama pemerintahan SBY di 2010 hingga 2014 pembangunan pertanian itu tidak berorientasi pada petaninya. Tp berorientasi pada peningkatan produksi," ujar dia.

Pendapatan petani juga sangat rendah. Hanya Rp 9.000 rupiah per kapita per hari. Bahkan bisa Rp 7.950 rupiah per hari. "Berarti pembangunan empat tahun terakhir tidak menyejahterakan petani," ucapnya.

Ia mengatakan, jika saat ini tidak segera menerapkan metode yang berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, dampaknya akan sangat besar. Kurangnya tenaga kerja di sektor pertanian mengakibatkan rendahnya produktivitas dalam negeri. Buktinya, kata dia, laju impor pertanian di luar kelapa sawit jauh lebih besar dari ekspor.

"Bisa mencapai 2 kali lipat dari ekspor yang hanya 7 persen," tuturnya.

Dampak lain hilangnya potensi penterapan tenaga kerja. Serapan tenaga kerja di pertanian kata Sayyid jadi menurun. Di tahun 2014 penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menurun 5,5 persen dari 30.27 persen menjadi 35,26 persen.

"Padahal sektor pertanian merupakan sektor yang paling besar menyerap tenaga kerja," kata Sayyid.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Laba Bank Tumbuh Terbatas, Pengamat: Pengaruh Kondisi Ekonomi Secara Umum

Laba Bank Tumbuh Terbatas, Pengamat: Pengaruh Kondisi Ekonomi Secara Umum

Whats New
Jumlah Kunjungan Warga RI ke Singapura Meningkat Gara-gara Konser Taylor Swift

Jumlah Kunjungan Warga RI ke Singapura Meningkat Gara-gara Konser Taylor Swift

Whats New
Pasca Halving Bitcoin, Apa yang Harus Dicermati Investor?

Pasca Halving Bitcoin, Apa yang Harus Dicermati Investor?

Earn Smart
KJRI Cape Town Gelar 'Business Matching' Pengusaha RI dan Afrika Selatan

KJRI Cape Town Gelar "Business Matching" Pengusaha RI dan Afrika Selatan

Whats New
Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Whats New
Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Whats New
Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com