Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Perlunya Meremajakan Logo Koperasi Indonesia

Kompas.com - 03/06/2017, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Pada 2012, logo koperasi yang akrab kita lihat, yakni pohon beringin hasil kongres Tasikmalaya 1947, diubah oleh Menteri Koperasi.

Dalam Permen No. 02/Per/M.KUKM/IV/2012, tujuan perubahan itu untuk meningkatkan citra dan kepercayaan masyarakat pada koperasi. Logo besutan Menteri Syarif Hasan itu berupa bunga teratai dengan warna dominan hijau.

Selepas tiga tahun, Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) menganulir penggunaan bunga teratai versi pemerintah. Surat bernomor SKEP/03/Dekopin-E/I/2015 menyatakan bahwa melalui Munas Dekopin 2014 gerakan koperasi kembali kepada logo pohon beringin.

Maju mundur perubahan logo itu memberi sinyal: gerakan koperasi gamang mendefinisikan diri. Satu sisi ada aspirasi tentang perubahan yang harus dilakukan agar adaptif dengan zaman. Di sisi lain, ada romantisisme sejarah koperasi yang harus dipertahankan.

David Airey, brand designer dunia menyebutkan, "A logoless company is a faceless man". Paralel dengan itu, logo yang buruk bak wajah yang tak sedap dipandang.

Lalu bagaimana menampilkan wajah koperasi Indonesia di zaman milineal agar sedap dipandang: beringin, teratai atau lainnya?

Masalah mental

Pengalaman "bunga teratai" kembali ke "pohon beringin" menggambarkan perubahan logo koperasi bukan sekadar persoalan teknis. Namun, sebaliknya termuat masalah mentalitas orang koperasi melihat dirinya: dulu, kini dan yang akan datang.

Ada keinginan untuk berubah namun juga ada keengganan, atau lebih tepatnya, ketakutan. Jadilah seperti poco-poco, maju-mundur.

Persoalan mental itu bisa dilihat dari beberapa anasir. Pertama, gerakan koperasi masih cenderung berorientasi pada masa lalu daripada masa depan. Misalnya saja UUD 1945 pascareformasi tak lagi menempatkan koperasi sebagai soko guru ekonomi. Alhasil berbagai fasilitas atau insentif dicabut oleh negara.

Bandingkan dengan era Orde Baru dan Orde Lama di mana koperasi jadi primadona. Alih-alih meratapi, harusnya hal itu menjadi momentum koperasi lepas dari hegemoni negara dan kembangkan mental berdikari sebagai gerakan masyarakat sipil yang genuine.

Kedua, gerakan koperasi cenderung berorientasi ke dalam (inward looking) dan melupakan yang di luar (outward).

Gejala inward looking itu seperti lambannya koperasi menyerap perkembangan teknologi digital, media sosial, Android based yang begitu luar biasa. Juga bisa dilihat dari model bisnis koperasi yang konservatif di mana 80 persen hingga 90 persen di antaranya merupakan koperasi simpan pinjam.

Sebagai perbandingan, di negeri lain berkembang aneka rupa koperasi, antara lain baby-child care, sekolah, kesehatan, salon, bengkel, hingga perumahan. Gerakan koperasi tanah air alpa belajar best practice koperasi yang beraneka jenis itu.

Ketiga, praktik yang tak tuntas koperasi sebagai perusahaan sosial. Satu sisi koperasi nampak sebagai paguyuban samben yang dikelola apa adanya dengan corporate culture rendah. Sisi lain koperasi muncul sebagai korporasi yang profit oriented.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Naik Selama Ramadan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Spend Smart
Penukaran Uang, BI Pastikan Masyarakat Terima Uang Baru dan Layak Edar

Penukaran Uang, BI Pastikan Masyarakat Terima Uang Baru dan Layak Edar

Whats New
Cara Cek Tarif Tol secara Online Lewat Google Maps

Cara Cek Tarif Tol secara Online Lewat Google Maps

Work Smart
PT SMI Sebut Ada 6 Investor Akan Masuk ke IKN, Bakal Bangun Perumahan

PT SMI Sebut Ada 6 Investor Akan Masuk ke IKN, Bakal Bangun Perumahan

Whats New
Long Weekend, KAI Tambah 49 Perjalanan Kereta Api pada 28-31 Maret

Long Weekend, KAI Tambah 49 Perjalanan Kereta Api pada 28-31 Maret

Whats New
Ini Sejumlah Faktor di Indonesia yang Mendorong CCS Jadi Peluang Bisnis Baru Masa Depan

Ini Sejumlah Faktor di Indonesia yang Mendorong CCS Jadi Peluang Bisnis Baru Masa Depan

Whats New
ITMG Bakal Tebar Dividen Rp 5,1 Triliun dari Laba Bersih 2023

ITMG Bakal Tebar Dividen Rp 5,1 Triliun dari Laba Bersih 2023

Whats New
Kemenaker Siapkan Aturan Pekerja Berstatus Kemitraan, Ini Tanggapan InDrive

Kemenaker Siapkan Aturan Pekerja Berstatus Kemitraan, Ini Tanggapan InDrive

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com