Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melepaskan Koperasi dari "SMEST Syndrome"

Kompas.com - 20/06/2017, 12:46 WIB
Firdaus Putra, HC

Penulis

MENURUT laporan, negeri ini dikhawatirkan tak bisa keluar dari jebakan middle income trap country (World Bank, 2014). Tak beda jauh, koperasi Indonesia mengalami gejala yang mirip. Saya sebut sebagai sindrom small and medium scale trap (SMEST).

Kondisi itu tak kunjung berubah meski berbagai cara sudah ditempuh. Misalnya lewat revitalisasi, akses modal murah dan jurus ini-itu lainnya. Namun, hasilnya tetap sama, skala koperasi di situ-situ saja. Saya berharap soal SMEST syndrome ini jadi perhatian khusus di Konggres Koperasi III, Juli 2017 mendatang di Makassar.
 
Mari kita tengok data nasional yang dipublikasi Kementerian Koperasi dan UKM lewat website-nya. Tahun 2015 anggota koperasi rata-rata sebanyak 178 orang/ koperasi. Tak beda jauh dengan lima tahun sebelumnya yakni 163 orang per koperasi (2011) dan 196 orang per koperasi (2006).

Dalam rentang lima tahunan itu, volume usaha koperasi secara nasional pun hanya dalam kisaran Rp 1 miliar. Angka itu diambil dari total volume koperasi nasional dibagi rata dengan jumlah seluruh BH koperasi di Indonesia. Hasilnya hanya pada kisaran Rp 443 juta (2006), Rp 510 juta (2011), dan Rp 1,25 miliar (2015).
 
Dari jumlah anggota ataupun volume usaha, koperasi Indonesia dalam 15 tahun terakhir masuk kategori skala kecil. Kita bisa acu UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai basis kategorisasi. Usaha kecil yakni usaha perseorangan atau badan dengan volume usaha Rp 300 juta sampai Rp 2,5 miliar per tahun. Disusul kemudian usaha menengah 2,5 miliar sampai 50 miliar rupiah per tahun.
 
Bagaimana bila data nasional itu bias? Saya ajukan salah satu kabupaten di Jawa Tengah, misalnya Purbalingga tahun 2015. Jumlah anggota tahun itu mencapai 52.328 orang dengan 260 buah koperasi, artinya rata-rata 201 anggota per koperasi dengan rata-rata volume usaha mencapai Rp 902 juta per koperasi. Skalanya sama, kecil. Dengan begitu kekhawatiran koperasi Indonesia terjebak sindrom SMEST menjadi beralasan.
 
Skala dan waktu

International Cooperative Alliance (ICA) menggariskan keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka bagi siapa pun. Prinsip keterbukaan anggota (open membership) itu merupakan syarat membangun koperasi yang besar. Dengan keanggotaan yang non-diskriminatif (jenis kelamin, SARA, afiliasi politik, ormas, ideologi) akan membuat koperasi mempunyai economies scale hasil konsolidasi dari pasar yang terbuka.
 
Relasi keterbukaan anggota dengan skala ini dapat dikonfirmasi dengan contoh koperasi kredit, di mana skala koperasi primernya berkembang dari kecil menjadi menengah sampai besar dalam tempo 15-20 tahun.

Berbanding terbalik dengan itu, misalnya, koperasi pegawai yang skalanya berhenti di kecil atau menengah meskipun sudah berdiri lebih dari 15 tahun. Yang membuat dua entitas itu berbeda meski waktu hidup (lifetime) hampir sama adalah karena yang pertama terbuka dan yang kedua tertutup.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani:

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani:

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com