Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nilai Strategis Perikanan Budidaya dalam Menopang Ketahanan Pangan

Kompas.com - 24/07/2017, 16:17 WIB

 

                                               Oleh: Cocon S.Pi, M.Si *

 

Perikanan sebagai bagian dari sumberdaya ekonomi maritim, keberadaannya sangat strategis dalam memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan nasonal. Bahkan, se-level Badan Pangan Dunia/FAO (Food and Agriculture Organization of The United Nation) telah memprediksi bahwa sub sektor perikanan budidaya menjadi salah satu sumberdaya yang akan sangat diandalkan ke depan utamanya dalam memenuhi kebutuhan pangan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat global. 

Saat ini, negara-negara di dunia dituntut untuk berkeras mencari solusi bagaimana memenuhi kebutuhan pangan di tengah fenomena ledakan penduduk yang seolah tak terkendali. Data menyebutkan bahwa hingga tahun 2050 diproyeksikan jumlah penduduk dunia akan mencapai hingga 9,7 miliar jiwa.

Fenomena pergeseran orientasi pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat global yang lebih mengedepankan pada konsumsi pangan yang aman dan menyehatkan, telah secara langsung memicu tingginya permintaan terhadap kebutuhan protein alternatif. Dengan kata lain pola konsumsi tersebut telah bergeser dari produk pangan berbasis daging merah ke arah produk pangan yang berbasis daging putih dalam hal ini ikan. FAO dalam rilis datanya menyimpulkan bahwa tingkat konsumsi ikan masyarakat dunia cenderung naik secara signifikan, sementara konsumsi daging merah justru memperlihatkan trend yang cenderung menurun.

Di sisi lain, dengan semakin tingginya permintaan terhadap produk perikanan, negara-negara di dunia dihadapkan pada kekhawatiran adanya fakta bahwa perikanan tangkap yang dilakukan secara over eksploitatif lambat laun akan menurunkan potensi lestari sumberdaya ikan yang ada. Fenomena over fishing dan kerusakan habitat akan menjadi momok sebagai penyebab menurunnya suplai produksi ikan, ini jika tidak dilakukan pengelolaan secara bertanggunjawab. Kekhawatiran atas fakta diatas, akan menggiring pada suatu keputusan bahwa ke depan sub sektor perikanan budidaya merupakan bagian penting dalam menjawab tantangan besar ketahanan pangan masyarakat global.

Laporan FAO menyebutkan bahwa rata-rata warga dunia melahap setidaknya 20 kilogram ikan pada tahun 2014, naik dari 9,9 kilogram per tahun pada era 60-an. Sementara di tahun 2030 tingkat konsumsi ikan dunia diprediksi akan menyampai 22,5 kg per kapita per tahun.  Nilai ini diperkirakkan akan memacu peningkatan produksi perikanan budidaya sebesar 172 juta ton, atau naik 15 persen dari rata-rata kebutuhan pada kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011.

Sebagai gambaran kontribusi perikanan budidaya terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan dunia mengalami kenaikan signifikan yaitu dari 7 persen pada tahun 1974 naik menjadi 39 persen pada tahun 2004 dan trennya terus meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, tidak salah jika FAO memprediksi ke depan perikanan budidaya akan menjadi barometer utama dalam menopang kebutuhan gizi berbasis ikan bagi  masyarakat global (FAO,2016).

FAO juga merilis data bahwa dalam kurun waktu tahun 2006 hingga tahun 2016 produksi perikanan budidaya dunia telah mengalami lonjakan dari sebesar 61,5 juta ton pada tahun 2009 menjadi 101 juta ton pada 2014 atau naik rata-rata pertahun sebesar 6,1 persen. Sedangkan di satu sisi dalam kurun waktu yang sama produksi perikanan tangkap hanya mengalami kenaikan rata-rata 0,72 persen dan seterusnya cenderung menujukkan trend yang konstan.

Kebutuhan pangan nasional

Pada tataran nasional, kita bisa lihat bahwa tingkat konsumsi ikan perkapita dalam 6 tahun terakhir (2011-2016) mengalami kenaikan rata-rata sebesar 6,3 persen. Tahun 2016 tercatat tingkat konsumsi ikan nasional sebanyak 43,94 kg per kapita per tahun atau naik sebesar 6,8 persen  dari tahun sebelumnya. Kendati demikian angka ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara di level Asean, semisal Malaysia yang telah mencapai 70 kg per kapita per tahun.

Tren konsumsi ikan perkapita yang cenderung terus naik mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia telah mengalami pergeseran paradigma pola konsumsi sebagaimana negara-negara lain di dunia. Hal ini juga bisa dilihat bahwa ternyata produk ikan memberikan share dominan terhadap konsumsi protein hewani yaitu sebesar 57,2 persen. Nilai ini jauh mengungguli susu/telur dan daging, yang masing-masing hanya memberikan share sebesar 23,2 persen dan 19,6 persen (SUSENAS-BPS, 2010).

Hingga tahun 2019, Pemerintah memproyeksikan tingkat konsumsi ikan Indonesia mencapai lebih dari 50 kg per kapita, artinya untuk mencukupi kebutuhan tersebut dibutuhkan suplai setidaknya minimal sebanyak 14,6 juta ton ikan konsumsi per tahun. Penulis memprediksi, suplai tersebut nantinya akan banyak tergantung pada produk ikan hasil budidaya yakni paling tidak sekitar 60 persen dari total kebutuhan  atau setidaknya sebanyak 8,76 juta ton pada tahun 2019.

Di sisi lain, kinerja produksi perikanan budidaya nasional juga menunjukkan tren positif, yang dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2011-2015) cenderung mengalami kenaikan rata-rata pertahun hingga 19,08 persen dan tercatat sebagai nomor 2 (dua) produsen perikanan budidaya dunia. Pada tahun 2014 Indonesia menyumbang sedikitnya 14,22 persen dari total produksi perikanan budidaya dunia dan menempati urutan kedua setelah China yang masih mendominasi dengan  share sebesar 58,16 persen.

Inilah kemudian menjadi alasan penting, kenapa perikanan budidaya ke depan akan menjadi ujung tombak pemenuhan kebutuhan pangan berbasis ikan. Budidaya memiliki peluang strategis dalam memberikan kontribusi besar terhadap pencapaian pemenuhan kebutuhan pangan berkelanjutan. Kenapa demikian? Alasannya, karena sumberdaya perikanan budidaya dapat dimanfaatan secara optimal sesuai kebutuhan melalui penerapan teknologi. Ketergantungan pangan yang hanya mengandalkan eksploitasi alam, dikhawatirkan akan mencapai ambang batas potensi lestari , akibat over eksploitasi

Ada fenomena yang menarik, pada awal tahun 2014 pertama kalinya dalam sejarah, dua komoditas perikanan yaitu ikan tongkol dan ikan bandeng justru memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,05 persen.  Fakta ini menyimpulkan betapa kedua komoditas ini terutama komoditas bandeng menjadi salah satu produk pangan yang dianggap penting dan strategis di kalangan masyarakat luas. Dalam Perpres Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, ikan bandeng menjadi satu-satunya komoditas perikanan selain ikan Tongkol/Tuna/Cakalang yang masuk jajaran kategori barang pokok. Tentunya Perpres ini mengisyaratkan tanggunjawab dalam mendorong sub sector perikanan budidaya untuk  turut berperan dalam menjamin suplai dan  kestabilan pasokan bahan pangan bagi masyarakat.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com