Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

Asumsi Inflasi dan Return Reksa Dana dalam Perencanaan Keuangan (1)

Kompas.com - 31/07/2017, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Cakupan dalam ilmu perencanaan keuangan amat luas. Mulai dari pengaturan pemasukan dan pengeluaran, dana darurat, asuransi, investasi, pensiun, pajak, hingga warisan.

Dari semua ilmu tersebut, menurut saya, bagian yang paling sulit adalah investasi karena menggunakan asumsi yang belum diketahui kepastiannya pada masa depan.

Dua asumsi yang dibutuhkan adalah asumsi inflasi dan asumsi imbal hasil investasi. Asumsi inflasi dibutuhkan untuk memprediksi berapa nilai kebutuhan pada masa mendatang seperti biaya pensiun dan biaya pendidikan anak, sementara asumsi hasil investasi dibutuhkan untuk menghitung besaran nilai yang yang harus diinvestasikan mulai dari sekarang.

Tingkat inflasi di negara berkembang seperti Indonesia umumnya lebih fluktuatif dibandingkan tingkat inflasi di negara maju. Tingkat inflasi umumnya dipengaruhi oleh harga komoditas, permintaan dan penawaran, serta ketersediaan infrastruktur.

Ketika ekonomi sedang booming dan harga komoditas sedang tinggi, umumnya tingkat inflasi akan lebih tinggi. Sebaliknya ketika ekonomi sedang tumbuh melambat dan harga komoditas lesu, tingkat inflasi juga rendah.

Untuk negara kepulauan seperti Indonesia, faktor ketersediaan infrastruktur yang memadai juga bisa berdampak terhadap inflasi. Ketersediaan pelabuhan, jalan raya, rel kereta, bandara, listrik dan infrastruktur lainnya juga turut mempengaruhi tingkat inflasi.

Pertumbuhan ekonomi dan harga komoditas umumnya lebih sulit untuk diperkirakan karena faktor yang mempengaruhinya sangat banyak baik dari dalam maupun luar negeri dan kadang di luar kendali pelaku usaha dan pemerintah.

Dengan kata lain, tingkat inflasi yang rendah dalam 1-2 tahun terakhir karena harga komoditas yang rendah tidak dapat dijadikan acuan bahwa tingkat inflasi akan terus demikian. Ketika harga komoditas beranjak naik, bisa jadi tingkat inflasi kembali akan meningkat.

Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi amat pesat dan pemerintahan saat ini banyak membangun infrastruktur di berbagai penjuru Indonesia. Ketersediaan infrastruktur dan kemajuan teknologi akan membuat biaya menjadi semakin efisien dan efektif sehingga berpotensi menstabilkan tingkat inflasi pada masa mendatang.

Berdasarkan data, tingkat inflasi Indonesia secara historis adalah sebagai berikut :

Sumber: BPS inflasi tahunan

Berdasarkan data inflasi tahunan dari 2002 hingga Juni 2017, rata-rata tingkat inflasi Indonesia adalah 6,7 persen per tahun. Ada periode di mana tingkat inflasi mencapai 17 persen, ada pula hanya 2,7 persen.

Lonjakan tingkat inflasi yang tinggi, untuk kasus Indonesia, lebih sering disebabkan karena perubahan subsidi harga BBM. Ketika nilai subsidi dikurangi dan harga bensin naik, tingkat inflasi melonjak tinggi. Sebaliknya ketika subsidi ditambah, tingkat inflasi bisa ditekan.

Pengendalian inflasi melalui subsidi BBM berisiko terhadap anggaran negara dan belum tentu tepat guna karena banyak mengalir ke pengguna mobil yang merupakan masyarakat mampu.

Di masa pemerintahan saat ini, subsidi BBM telah dialihkan ke hal yang lebih bermanfaat seperti pembangunan infrastruktur, subsidi pendidikan dan kesehatan melalui program Indonesia Pintar dan Indonesia Sehat, dan program lainnya.

Karena harga BBM saat ini sudah ditetapkan mendekati harga keekonomian pasar dengan nilai subsidi yang relatif kecil, kemungkinan terjadinya lonjakan tingkat inflasi karena perubahan subsidi BBM seperti masa lalu lebih kecil.

Meski demikian, inflasi masih bisa tetap terjadi apabila harga minyak meningkat tinggi yang disebabkan dengan adanya permintaan penawaran pasar.

Untuk itu, kemampuan pemerintah dan pasar dalam menjaga lonjakan harga barang amat menentukan tingkat inflasi pada masa yang akan datang. Sejauh ini, tingkat inflasi dari lonjakan harga komoditas relatif terkendali walaupun tidak semua harga komoditas stabil.

Berdasarkan data dan kondisi yang ada, maka asumsi inflasi untuk Indonesia ke depan menurut saya akan berkisar antara 4 hingga 6 persen.

Untuk membuat proyeksi berkaitan dengan perencanaan keuangan, tergantung keyakinan dari financial planner terhadap kondisi Indonesia, angka 4-6 persen dapat digunakan.

Meski demikian, untuk masyarakat kelas menengah atas, asumsi inflasi yang digunakan dapat lebih tinggi. Untuk kelompok ini, asumsi tingkat inflasi bisa berkisar antar 7 – 10 persen.

Sebab, kenaikan harga barang dan jasa untuk kelompok ini memang relatif naik lebih tinggi dibandingkan kelompok menengah bawah. Lihat saja dari tahun ke tahun berapa kenaikan harga mobil dan gadget mewah, biaya perawatan kesehatan di kelas VIP dan biaya pendidikan di sekolah nasional dan internasional plus.

Karena terbatas, kenaikan harga segmen ini tidak tecermin dalam survei inflasi secara umum. Namun tentu saja, selalu ada opsi yang lebih murah jika bersedia menurunkan gaya hidupnya.

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com