Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Pemain Lama Kehilangan Manisnya Impor Garam

Kompas.com - 04/08/2017, 05:49 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Karut marut tata kelola garam nasional sudah terjadi sejak lama. Harga garam di petani anjlok, sementara ada sejumlah perusahaan yang bermain di industri garam justru untung besar.

Perusahaan-perusahaan itu kerap disebut sebagai 7 samurai. Istilah samurai mengacu kepada pengusaha besar yang mampu mengendalikan harga. Di bisnis garam, para samurai ditengarai sebagai perusahaan yang mengatur kuota impor garam nasional.

"Terlalu lama para pemain menikmati impor garam. Mereka beli murah di sana (dari luar negeri), jual mahal di sini (Indonesia)," ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis (3/8/2017).

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan bahwa harga garam di tingkat petani hanya Rp 400 per kg. Rendahnya harga garam petani itu disebabkan masuknya garam impor murah saat petani garam sedang panen.

Impor garam sudah dilakukan sejak lama. Hal itu dilakukan lantaran produksi garam nasional hanya 2-2,5 juta ton per tahun. Sementara itu kebutuhan garam nasional baik konsumsi dan industri mencapai 4 juta ton per tahun.

Menengok ke belakang, istilah 7 samurai bukan kali ini saja mencuat. Bahkan pada September 2015 lalu, pemerintah sempat menggelar rapat koordinasi khusus terkait indikasi adanya kartel dibisnis garam nasional yang dilakukan oleh 7 samurai.

Rizal Ramli, saat menjabat sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman bahkan pernah menyebut 7 samurai itu sebagai begal garam. Mereka diduga melakukan praktik kartel garam yang membahayakan industri dan petani garam lokal.

Ketujuh samurai itu mengimpor garam industri namun garam tersebut justru merembes ke pasaran sehingga harga garam petani anjlok. Sayangnya, pemerintah enggan menyebut 7 samurai yang dikait-kaitkan sebagai "pemain" utama di bisnis garam itu.

Meski begitu, kemunculan 7 samurai ditengarai akibat mengambangnya regulasi bisnis garam nasional. Saat ini, pelaku usaha garam dan garam konsumsi ada di bawah wewenang Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Namun garam industri untuk industri kimia dasar berada di bawah Kementerian Perindustrian.

Pemerintah sendiri mulai mencoba memperbaiki tata kelola impor garam melalui satu pintu. Salah satu BUMN yaitu PT Garam ditunjuk untuk impor garam menggantikan peran para importir.

Jebakan Batman

Namun baru pertama kali mengimpor, PT Garam langsung tersandung kasus. Direktur Utamanya Achmad Boediono, ditangkap Badan Reserse Kriminal Polri dengan dugaan penyalahgunaan importasi garam.

Menteri Susi justru melihat adanya indikasi "jebakan batman" dari pihak-pihak tertentu kepada PT Garam, sehingga BUMN tersebut terseret dalam dugaan korupsi impor garam.

Meski tidak menyebut siapa pihak itu, Susi menyoroti para mantan importir garam yang perannya digantikan oleh PT Garam.

"Saya melihat di sini kemungkinannya banyak, yang dulu biasa impor terus comfort zone hilang terus membuat pelaporan," kata Susi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (16/6/2017).

Meski begitu, Susi menghormati proses penyidikan kasus dugaan impor garam oleh Badan Reserse Kriminal Polri. Bila orang-orang yang bermain dalam impor garam dan menyebabkan kerugian negara, maka menurut Susi orang itu layak untuk diganjar hukuman setimpal.

Di tengah karut marut tata kelola garam nasional, pemerintah harus terus mendorong peningkatan produksi garam nasional. Tentu berbagai bantuan perlu diberikan kepada para petani garam.

Di sisi lain, Importasi garam harus dibatasi jangan sampai para samurai-samurai kembali menguasi impor garam nasional. Pengawasan terhadap masuknya garam impor tak berizin pun perlu diperketat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com