Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Es Kutub Utara Mencair, Selat Malaka Bisa "Mati"

Kompas.com - 08/08/2017, 13:21 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mengkhawatirkan mencairnya lapisan es di kutub utara sebagai akibat dari memanasnya suhu global. Hal itu diyakini bisa memberikan dampak buruk kepada ekonomi Indonesia.

Asisten Deputi Bidang Keamanan dan Ketahanan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Basilio Dias Araujo mengungkapkan, salah satu dampak yang patut diwaspadai yaitu berubahnya jalur pelayaran perdagangan.

“Kalau kita menaruh pusat perdagangan di China, Jepang dan Korea, dengan mencairnya es di Kutub Utara, maka jalur menuju Rusia menjadi terbuka,” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Kompas.com, Jakarta, Selasa (8/8/2017).

Pernyataan Basilio itu juga disampaikan dalam forum Diskusi Kelompok Terarah yang diselenggarakan oleh Kemenko Bidang Kemaritiman dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS), pada Senin (7/8/2017) kemarin.

Selama ini, kapal-kapal pengangkut barang barang ekspor impor dari Eropa ke Asia atau sebaliknya selalu melewati Selat Malaka. Hal ini banyak memberikan keuntungan bagi beberapa negara termasuk Indonesia.

Namun, kondisi itu bisa berubah bila jalur utara terbuka akibat pencairan es di Kutub Utara. Kapal-kapal akan lebih memilih lewat jalur utara melalui Rusia dan meninggalkan Selat Malaka.

Selama ini, pelayaran dari Asia Timur melalui Selat Malaka ke Eropa membutuhkan waktu 30 hari. Namun bila melalui jalur utara, maka waktu pelayarannya hanya sekitar 15 sampai 20 hari saja.

“Berarti Indonesia dan Singapura bisa kehilangan kesempatan luar biasa besar karena kapal-kapal dagang yang menuju ke Jepang atau China tidak lagi melalui Selat Malaka,” kata Basilio.

Selain itu, pemerintah juga mengkhawatirkan dampak lain dari pencairan es Kutub Utara yaitu ancaman hilangnya pulau-pulau kecil akibat naiknya permukaan air laut.

Indonesia sebagai negara penyumbang pemananasan global ketiga terbesar dunia mempunyai tanggung jawab besar untuk turut menghentikan pencairan es di Kutub Utara tersebut.

Oleh karena itu tutur Basilio, pemerintah perlu menyusun strategi untuk mengatasi efek mencairnya es di Arktik bagi Indonesia.

Pakar Arktik dari Moscow State Institute of International Relations Muhammad Ardhi menyarankan agar Indonesia ikut berperan dalam dewan Arktik.

Diharapkan, Indonesia bisa memperoleh informasi dan tukar menukar pengalaman untuk mengatasi persoalan itu.

Saat ini, Dewan Artik atau lembaga yang mengatasi isu perubahan iklim terdiri dari 8 negara dan 13 negara observer. Namun Indonesia tidak termasuk ke dalamnya.

Kompas TV Sejumlah Peneliti Lakukan Ekspedisi ke Antartika

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com