Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaku Industri Smelter Nikel Bantah Gulung Tikar

Kompas.com - 09/08/2017, 21:25 WIB
|
EditorMuhammad Fajar Marta

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku industri smelter atau pengolahan nikel membantah ada perusahaan smelter gulung tikar lantaran kebijakan pemerintah memberikan relaksasi ekspor konsentrat melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara (Minerba). 

"Kami masih beroperasi sampai saat ini," ungkap Direktur Bisnis Blackspace, Yosef Paskananda, di Kantor Blackspace, Jakarta, Rabu (9/8/2017).  Blackspace merupakan salah satu perusahaan smelter nikel yang disebut-sebut gulung tikar.

Yosef menegaskan, adanya pernyataan bahwa beberapa perusahaan smelter di Indonesia alami kerugian hingga gulung tikar merupakan pernyataan yang terlalu berani dan tidak tepat. Menurutnya, Blackspace sendiri masih menyelesaikan pembangunan pabrik smelter di beberapa lokasi dan terus melakukan investasi pada industri tersebut.

"Kami sudah mengeluarkan lebih dari Rp 2 triliun untuk tambang dan smelter," kata Yosef. Dia menjelaskan, Blackspace juga berencana membangun 52 lini produksi smelter di wilayah Morowali, Sulawesi Tengah.

Hingga saat ini, sudah terbangun 10 smelter dan beroperasi 2 unit, sedangkan sisanya masih dalam proses penyelesaian.

"Sudah beroperasi tetapi belum bisa menjual karena sedang finalisasi kadar nikelnya berapa yang dibutuhkan market. Untuk kapasitas (produksi) 1 line mencapai 350.000 ton per tahun," papar Yosef.

Sementara itu, PT Macika Mineral Industri yang disebut pula mengalami kebangkrutan juga membantah. Direktur Macika Mineral Industri, Ramli Halim mengatakan, tidak benar jika dikatakan perusahaan smelternya berhenti beroperasi.

Ramli menjelaskan, pabrik smelter yang dibangun oleh perusahaannya memang belum beroperasi secara komersial. 

"PT Macika Mineral Industri memulai pembangunan smelter tahap 1  pada 16 April 2014, dilanjutkan dengan pekerjaan pemasangan mesin dan perlengkapannnya pada Maret 2015 dan ditargetkan mulai produksi pada akhir kuartal pertama tahun 2016," katanya. 

Namun demikian, berdasarkan perkiraan perusahaan, harga nikel belum bagus pada 2016. Dengan itu, pihaknya menghentikan sementara proses pembangunan smelter yang tengah berjalan.

"Pada akhir 2015, saat pembangunan smelter tahap 1 sudah mencapai tahap akhir, kami menghentikan sementara waktu semua kegiatan di lapangan sambil menunggu waktu yang lebih tepat sehingga harga nikel dapat mencapai nilai keekonomian biaya produksi. Setelah itu, baru melanjutkan kembali kegiatan di lapangan," papar Ramli. 

Direktur Bisnis Blackspace, Yosef Paskananda, di Kantor Blackspace, Jakarta, Rabu (9/8/2017). 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+