Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Desmon Silitonga
Head Investment

Analis PT Capital Asset Management, alumnus Pascasarjana FE UI.

Daya Saing Ekonomi dan Infrastruktur

Kompas.com - 16/08/2017, 09:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

SITUASI ekonomi global yang belum menentu dan harga komoditas unggulan yang masih cenderung berfluktuasi memberikan dampak pada kinerja perekonomian Indonesia.

Tekanan pada perekonomian makin terasa, karena konsumi dan investasi sebagai mesin utama pertumbuhan belum kembali kepada kinerja terbaiknya.

Bahkan, kinerja konsumsi (daya beli) yang berkontribusi lebih dari 50 persen terhadap PDB cenderung melambat, khususnya pada kelompok menengah bawah.

Itulah sebabnya, dalam dalam dua tahun terakhir, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung flat di level 5 persen. Bahkan, tahun ini, target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen sulit dicapai, jika tidak ada terobosan kebijakan dari pemerintah, khususnya dalam menstimulasi daya beli.

Memang, dibandingkan dengan negara lain, khususnya di antara negara kelompok G-20, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah cukup baik. Indonesia hanya berada di bawah China dan India.

Perlu juga dicatat bahwa tidak banyak negara yang bisa mencapai pertumbuhan di level 5 persen, apalagi di tengah lanskap ekonomi dunia yang sedang menuju era normal baru (new normal). Pertumbuhan rendah telah menjadi kondisi normal baru dalam beberapa tahun ke depan.

Meski begitu, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetap dibutuhkan Indonesia. Alasannya, karena Indonesia sedang berada dalam era bonus demografi (usia muda dan produktif), di mana jumlah pencari kerja bar uterus masuk ke pasar tenaga kerja. Jumlahnya diperkirakan sekitar 1,5 juta-2 juta orang.

Padahal, saat ini, setiap satu persen pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya bisa menyerap tenaga kerja baru sekitar 250.000 orang. Artinya, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen, maka cukup banyak dari pencari kerja baru ini yang terpental.

Jika kondisi ini terus terjadi maka upaya pemerintah untuk memangkas pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan makin menemui jalan terjal. Padahal, menciptakan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat merupakan janji konstitusi.

Investasi besar

Itulah sebabnya, agar pertumbuhan ekonomi dapat didorong lebih tinggi, sehingga akan lebih banyak lapangan kerja yang tercipta, khususnya di sektor formal, maka investasi yang besar sangat dibutuhkan, khususnya investasi global, mengingat terbatasnya kapasitas tabungan domestik untuk membiayai investasi.

Setidaknya, hal ini tecermin dari rasio total kredit perbankan terhadap PDB yang hanya di level 30-35 persen. Padahal, di negara tetangga sudah lebih dari 50 persen. Bahkan, China lebih dari 100 persen terhadap PDB.

Sayangnya, tidak mudah untuk menarik investasi global ini, khususnya di tengah kelesuan ekonomi global. Semua negara bersaing merebutnya.

Tentu, hanya negara yang mampu menyediakan berbagai kemudahan yang akan disinggahi oleh investasi global ini.

Sayangnya, Indonesia masih tertinggal dalam menyediakan berbagai kemudahan ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com