Itulah sebabnya, agar pertumbuhan ekonomi dapat didorong lebih tinggi, sehingga akan lebih banyak lapangan kerja yang tercipta, khususnya di sektor formal, maka investasi yang besar sangat dibutuhkan, khususnya investasi global, mengingat terbatasnya kapasitas tabungan domestik untuk membiayai investasi.
Setidaknya, hal ini tecermin dari rasio total kredit perbankan terhadap PDB yang hanya di level 30-35 persen. Padahal, di negara tetangga sudah lebih dari 50 persen. Bahkan, China lebih dari 100 persen terhadap PDB.
Sayangnya, tidak mudah untuk menarik investasi global ini, khususnya di tengah kelesuan ekonomi global. Semua negara bersaing merebutnya.
Tentu, hanya negara yang mampu menyediakan berbagai kemudahan yang akan disinggahi oleh investasi global ini.
Sayangnya, Indonesia masih tertinggal dalam menyediakan berbagai kemudahan ini.
Setidaknya, ini dapat dilihat dari hasil survei Bank Dunia dalam Ease of Doing Business tahun 2014 yang menempatkan Indonesia di peringkat 120 dari 189 negara.
Dan, salah satu faktor yang membuat rendahnya kemudahan berusaha ini ialah buruknya kondisi infrastruktur.
Sejak krisis tahun 1997/98, praktis pembangunan infrastruktur Indonesia tertinggal dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, Singapura.
Sektor infrastruktur belum dijadikan sebagai prioritas dalam kebijakan ekonomi pemerintah.
Hal ini dapat dilihat dari minimnya alokasi belanja infrastruktur dibandingkan dengan alokasi belanja subsidi, khususnya subsidi sektor energi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.