Setidaknya, ini dapat dilihat dari hasil survei Bank Dunia dalam Ease of Doing Business tahun 2014 yang menempatkan Indonesia di peringkat 120 dari 189 negara.
Dan, salah satu faktor yang membuat rendahnya kemudahan berusaha ini ialah buruknya kondisi infrastruktur.
Sejak krisis tahun 1997/98, praktis pembangunan infrastruktur Indonesia tertinggal dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, Singapura.
Sektor infrastruktur belum dijadikan sebagai prioritas dalam kebijakan ekonomi pemerintah.
Hal ini dapat dilihat dari minimnya alokasi belanja infrastruktur dibandingkan dengan alokasi belanja subsidi, khususnya subsidi sektor energi.
Buruknya kondisi infrastruktur ini berdampak langsung pada rendahnya daya saing perekonomian.
Hal ini dapat dilihat dari tingginya biaya logistik di Indonesia yang mencapai 24 persen dari biaya produksi. Bandingkan dengan Thailand (13 persen) serta Vietnam dan Malaysia (15 persen).
Itulah sebabnya, tidak ada jalan lain untuk mendorong daya saing perekonomian, selain mempercepat pembangunan infrastruktur yang diikuti dengan penyederhanaan regulasi dan perizinan. Dan, inilah yang menjadi fokus kerja pemerintahan Jokowi-Kalla dalam tiga tahun terakhir.
Setidaknya sampai tahun 2017, ada 244 proyek strategis nasional (PSN) yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dengan nilai investasi lebih dari Rp 4.000 triliun. Beberapa dari proyek itu telah selesai dikerjakan.
Namun, mengingat besarnya investasi untuk merealisasikan proyek-proyek infrastruktur ini, maka pemerintah harus terus melakukan berbagai kebijakan untuk menggali sumber-sumber pembiayaan.
Dari sisi anggaran (APBN), pemerintah harus melakukan berbagai kebijakan. Salah satunya dengan memangkas belanja subsidi sektor energi secara signifikan dan menggesernya untuk belanja infrastruktur.
Sejak tahun 2014, belanja untuk infrastruktur meningkat sangat signifikan. Dan, diharapkan akan terus berlanjut ke tahun berikutnya, sehingga diharapkan bisa mengejar negara lainnya, seperti China dan India yang belanja infrastrukturnya terhadap PDB telah di atas 7 persen. Saat ini, Indonesia hanya di level 4 persen.
Selain dari APBN, pemerintah juga aktif melibatkan peran BUMN, khususnya BUMN sektor karya. Bahkan, pemerintah telah menyuntikkan penyertaan modal negara (PMN) sepanjang tahun 2015-2016 agar leverage BUMN meningkat.
Harapannya, BUMN dapat mencari lebih banyak sumber pendanaan, khususnya yang berasal dari pasar modal, karena lebih cocok dengan karakteristik pembiayaan infrastruktur dibandingkan dengan pinjaman dari sektor perbankan.