Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani: Masalah Utang Diceritakan Seolah "The Big Problem" Kita

Kompas.com - 28/08/2017, 21:29 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai ada pihak yang sengaja membesar-besarkan isu utang negara. Padahal tutur ia, utang adalah hal yang biasa dalam pengelolaan keuangan.

"Masalah utang ini memang diceritakan seolah-oleh the big problem kita," ujarnya saat memberikan kuliah perdana mahasiswa baru Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Depok, Senin (28/8/2017).

Perempuan yang kerap disapa Ani itu mengatakan, keputusan pemerintah menambah utang bukan tanpa alasan. Hal itu dilakukan untuk menutup defisit anggaran negara di APBN akibat belanja negara yang selalu lebih besar dari penerimaan negara. (Baca:Sri Mulyani: Kami Enggak Bisa Ngerem Utang Secara Mendadak

Meski begitu tutur ia, pemerintah tak tinggal diam, namun mengelola utang tersebut secara hati-hati dan akuntabel. Dengan begitu, utang yang ditarik tetap produktif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Terkait catatan utang RI yang sudah menembus Rp 3.706 triliun pada Juni 2017 lalu, Sri Mulyani mengatakan bahwa angka itu masih jauh lebih rendah ketimbang jumlah utang negara-negara maju misalnya Amerika Serikat dan Jepang.

"Bahkan Jerman yang paling sehat di Eropa pun utangnya gede," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Pemerintah menilai posisi utang negara masih aman lantaran baru 28 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih rendah dibandingkan batas yang ditentukan di undang-undang yakni sebesar 60 persen terhadap PDB. Sementara itu jika dibandingkan dengan sejumlah negara, rasio utang RI terhadap PDB dinilai masih kecil.

Rasio utang Malaysia 40 persen, Thailand 50 persen, Jepang 200 persen, dan AS 100 persen. Sri Mulyani justru menilai problem besar APBN bukanlah soal utang namun efektivitas belanja negara yang mencapai Rp 2.133 triliun pada tahun ini.

Jumlah belanja sebesar itu harus mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengurangi kemiskinan dan ketimpangan. Sebelumnya, Sri Mulyani menilai masalah utama di Indonesia bukanlah persoalan ada uang atau tidak. Sebab setiap tahun, pemerintah pusat menggelontorkan lebih dari Rp 700 triliun dana ke daerah dan desa.

Namun ia mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran oleh pemerintah daerah dan pejabat desa. Sebab berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin bukannya turun namun justru bertambah.

Tahun ini, pemerintah pusat menggelontorkan dana transfer daerah mencapai Rp 764 triliun termasuk Rp 60 triliun alokasi dana desa. Bahkan tahun lalu dana transfer daerah dan dana desa mencapai Rp 776 triliun.

Sri Mulyani menuturkan, bila mengacu kepada alokasi dana desa sebesar Rp 60 triliun, maka satu dari 72.000 desa di Indonesia, rata rata menerima alokasi dana sekitar Rp 800 juta-an. Namun apakah hasilnya berdampak kepada peningkatan kesejahteraan rakyat? Hal inilah yang masih dipertanyakan mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com