Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Jokowi dan Konsistensi yang Ternoda

Kompas.com - 11/09/2017, 06:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

KOMPAS.com - Pemerintah selalu mengklaim, salah satu strategi anggaran yang sukses diterapkan pemerintah adalah mengalihkan belanja yang kurang produktif seperti subsidi bahan bakar minyak (BBM), ke program yang lebih produktif seperti  pembangunan infrastruktur.

Strategi itu, menurut pemerintah, diwujudkan dengan mencabut subsidi BBM jenis premium yang selain kurang produktif juga dinilai tidak tepat sasaran.

Pertanyaannya, benarkah ada pengalihan anggaran? Benarkah ada pencabutan subsidi premium?

Joko Widodo menempati istana ketika harga minyak dunia sedang terjun bebas. Saat ia dilantik sebagai presiden pada 20 Oktober 2014, harga rata-rata minyak mentah sekitar 82,37 dollar AS per barrel, berdasarkan data OPEC.

Tiga bulan kemudian, harga minyak mentah sudah menyentuh level 43 dollar AS per barrel, yang tercatat sebagai kejatuhan harga minyak terparah sepanjang sejarah.

Kondisi itu membuat harga keekonomian premium di dalam negeri juga menurun tajam,  dari sekitar Rp 9.200 per liter menjadi sekitar Rp 6.000 per liter dalam rentang 3 bulan.

Situasi tersebut membuat pemerintah otomatis menurunkan harga premium yang dijual ke masyarakat dari Rp 8.500 per liter menjadi Rp 7.600 per liter, lalu diturunkan lagi menjadi Rp 6.600 per liter pada 18 Januari 2015.

Setelah itu, penurunan harga minyak relatif terbatas, tak lagi setajam periode September 2014 – Januari 2015. Bahkan sejak Februari 2016, harga minyak mulai merangkak naik dan kemudian berfluktuasi hingga saat ini.

Selama periode ini, pemerintah sekali lagi menurunkan harga premium ke level Rp 6.450 per liter yang bertahan hingga saat ini.

Jadi sebenarnya, tidak ada pencabutan subsidi premium mengingat harga keekonomian premium turun otomatis seiring anjloknya harga minyak dunia. Dengan kata lain, subsidi premium hilang dengan sendirinya.

Dengan tidak adanya lagi subsidi premium, apakah lantas ada dana yang tak terpakai, yang kemudian bisa dialihkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur? Jawabannya ternyata tidak ada.

Itu karena sumber dana yang biasa digunakan untuk membiayai subsidi premium juga hilang.

Secara sederhana, anggaran subsidi BBM bisa dibilang diambil dari penerimaan negara dalam bentuk minyak dan gas (migas).

Sebab, besaran subsidi dan penerimaan migas sama-sama dipengaruhi secara langsung oleh harga minyak dunia.

Anggaran subsidi BBM tidak mungkin diambil dari penerimaan pajak atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lainnya mengingat itu sudah habis untuk belanja rutin pemerintah pusat dan daerah.

Harga minyak mentah WTISumber: Blomberg Harga minyak mentah WTI

Sebagai gambaran, saat harga minyak naik,  penerimaan negara dari migas otomatis juga naik. Namun, di saat bersamaan, harga keekonomian BBM juga naik.

Ketimbang menaikkan harga BBM yang berpotensi memicu demo masyarakat dan mendorong inflasi, biasanya pemerintah akan menggunakan dana dari penerimaan migas untuk menambah subsidi sehingga harga BBM tidak perlu dinaikkan. 

Besaran subsidi BBM biasanya mengikuti besarnya penerimaan migas sehingga besaran kedua pos tersebut relatif tidak jauh berbeda setiap tahunnya. 

Jadi sebenarnya, penerimaan migas dan subsidi BBM adalah dua pos yang saling meniadakan dalam anggaran pemerintah.

Pada 2013 misalnya, saat harga minyak mentah mencapai rata-rata 100 dollar AS per barrel, realisasi penerimaan migas juga tinggi, sebesar Rp 203,6 triliun.

Namun di sisi lain, untuk mempertahankan harga BBM tidak naik, subsidi juga harus ditambah sehingga realisasi subsidi mencapai Rp 210 triliun sepanjang 2013.

Begitu pula tahun 2014. Penerimaan negara dari migas naik menjadi Rp 217 triliun. Namun subsidi BBM juga dinaikkan menjadi Rp 240 triliun.

Nah, saat subsidi premium dengan sendirinya hilang pada 2015 seiring turunnya harga keekonomian premium, subsidi BBM juga menyusut drastis hingga hanya Rp 60,8 triliun atau turun 75 persen dibandingkan subsidi BBM tahun 2014 yang sebesar Rp 240 triliun.

Halaman:


Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com