Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indeks Kualitas Warga Negara RI Tetap di Posisi 105

Kompas.com - 18/09/2017, 07:26 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Indeks kualitas kewarganegaraan atau Quality of Nationality Index (QNI) tahun 2016 tak beranjak dari posisi tahun sebelumnya, di ranking 105. Tapi, skor Indonesia membaik 1,4 poin.

Mengutip Kontan, Senin (18/9/2017), QNI melihat kesuksesan suatu negara dalam konteks pengembangan manusia, kesejahteraan ekonomi dan kedamaian, serta stabilitas.

Indeks yang dirilis konsultan Henley and Partners setiap tahunnya menggunakan empat indeks komponen penilaian, yaitu indeks pembangunan manusia, stabilitas internal dalam negeri, dan faktor eksternal seperti kemudahan pengurusan travel visa, kerja, dan tinggal di luar negeri.

Posisi Indonesia berada di atas Vietnam, Kamboja, dan Laos. Tapi, masih di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand.

Thailand mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 1,9 poin dan berada di peringkat 97. Sementara Malaysia pun mengalami peningkatan 2,2 poin dan berada di peringkat 45. Begitu pula Singapura yang naik 0,9 poin dan berada di peringkat ke-36.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai, Indonesia masih dalam tahap wajar berada di peringkat 105 dan tertinggal dari tiga negara tetangga terkuat di ASEAN seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Pasalnya, dari keempat elemen yang menjadi penilaian, tiga diantaranya memiliki nilai yang rendah jika dibandingkan dengan tiga negara kuat di ASEAN tersebut.

"Hanya pada elemen keempat, kita lebih baik karena Presiden Joko WIdodo memang berkomitmen mempermudah pengurusan visa dan semua izin ke luar negeri. Jika dulu harus mengurus dari negara asal, sekarang kita cukup mengurus ke bandara saja," ujar Lana ketika dihubungi Kontan pada Minggu (17/9/2017).

Lana menjelaskan, untuk komponen skala ekonomi, Indonesia masih tertinggal jauh dibanding negara tetangga. Pasalnya, skala ekonomi berhubungan erat dengan efisiensi dan biaya produksi. Sementara Indonesia masih terkenal dengan negara yang high-cost efisiensi yang ditimbulkan dari kemacetan dan pungutan liar (pungli) yang masih menjamur.

Untuk komponen IPM, Indonesia masih kalah jauh dibanding tiga negara kuat di ASEAN. Hingga kini, IPM Indonesia masih berada di angka 68,9, sementara Malaysia, Singapura, dan Thailand sudah memasuki angka 70an.

Untuk stabilitas dalam negeri, Lana mengatakan hal ini adalah musiman karena terjadi ketika ada pemilu saja. Namun, ia mengakui banyaknya demonstrasi sebelumnya pun menimbulkan kekhawatiran akan kacau. Meski tidak terjadi, tetapi tetap saja menimbulkan efek pada stabilitas ekonomi.

"Jika melihat pada Thailand, mereka itu sering sekali mengadakan kudeta ketika pemilu, tapi berperangnya antarpartai saja. Rakyatnya tidak bermasalah karena rakyat masih mempercayai raja yang dapat mempersatukan mereka, ekonomi jalan saja. Kalau di kita kan beda, ada pemilu yang bertengkar bukan hanya partai, tapi rakyatnya ikut juga, jadi ramai kan," jelas Lana.

Untuk membuat Indonesia mampu masuk dalam peringkat 100 besar dan lebih, ekonom Samuel Aset Manajemen ini menyarankan perlunya peningkatan beberapa hal untuk meningkatkan nilai indeks kualitas kewarganegaraan.

Beberapa caranya adalah dengan terus memperbaiki pengurusan izin visa kerja, membangun infrastruktur untuk mengurai kemacetan, menghentikan pungli di Indonesia, dan pelaksanaan OTT yang lebih sering.

"Untuk perbaikan IPM, itu harus jangka panjang jadi tidak bisa meningkatkan dalam setahun saja," kata Lana.

Tak berbeda jauh dengan Lana, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan KADIN Indonesia Benny Soetrisno menambahkan pentingnya meningkatkan skala ekonomi dari sisi pendidikan.

Menurutnya, hingga kini pendidikan di Indonesia masih terus mengacu pada kurikulum saja tanpa melihat pada kondisi zaman.

"Seharusnya diubah karena kebutuhan dunia tak selalu sama. Jadi harusnya mengacu pada kebutuhan di lapangan kerja juga," kata Benny.

 

Berita ini diambil dari Kontan.co.id dengan judul: Indeks kualitas kewarganegaraan RI ranking 105

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com