Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Daya Beli Turun Atau Orang Malas Belanja?

Kompas.com - 20/09/2017, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAprillia Ika

Dalam sebulan terakhir, khalayak ramai membicarakan daya beli masyarakat Indonesia yang disebut-sebut agak melemah pada tahun ini. Pelemahan daya beli tentu merupakan masalah serius karena hal ini akan memengaruhi perekonomian Indonesia secara signifikan.

Perbincangan mengenai pelemahan daya beli masyarakat didasari banyak faktor mulai dari angka statistik hingga fakta-fakta di lapangan.

Dilihat dari statistik, laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga memang menunjukkan gejala pelambatan. Konsumsi rumah tangga dianggap merupakan indikator yang paling pas untuk mengukur daya beli masyarakat.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 tumbuh 4,95 persen, lebih lambat dibandingkan triwulan II 2016 yang tumbuh 5,02 persen.

Pelambatan pertumbuhan konsumsi tersebut terjadi pada semua komponen, dengan penurunan yang cukup signifikan terjadi pada komponen non makanan dan minuman.

Pertumbuhan konsumsi makanan dan minuman melambat dari 5,26 persen pada triwulan II 2016 menjadi 5,24 persen pada triwulan II 2017, sementara komponen non makanan dan minuman turun dari 4,96 persen menjadi 4,77 persen.

Berdasarkan laporan Konsumsi dan Daya Beli Masyarakat per Agustus 2017 yang dirilis Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan juga disebutkan bahwa terjadi pelambatan pertumbuhan konsumsi per kapita pada masyarakat berpenghasilan menengah atas sepanjang 2017.

Dalam struktur Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, konsumsi rumah tangga merupakan komponen paling dominan dengan porsi mencapai 55 persen. Karena itu tak heran, pelambatan konsumsi rumah tangga akhirnya menarik turun pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pada triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,01 persen, melambat dibandingkan angka pada periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,06 persen.

Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2016 tentu di bawah ekspektasi. Konsumsi rumah tangga diharapkan bisa tumbuh di atas 5 persen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen pada 2017 seperti yang ditargetkan pemerintah.

Sepi

Penurunan daya beli tak hanya tampak pada angka-angka statistik, tapi juga fakta-fakta di lapangan.

Dalam beberapa bulan terakhir, banyak pusat perbelanjaan modern yang sepi pengunjung. Di Pasar Glodok di Jakarta Barat misalnya, banyak kios yang tutup akibat turunnya penjualan.

Pusat perbelanjaan elektronik yang sangat legendaris tersebut jatuh bukan hanya akibat turunnya tingkat konsumsi masyarakat tetapi juga persaingan pusat perbelanjaan modern yang semakin ketat.

PT Matahari Department Store Tbk, perusahaan ritel ternama di Indonesia juga akan menutup gerainya di Pasaraya Manggarai dan Pasaraya Blok M akhir bulan ini. Alasannya sama, di dua gerai tersebut, penjualan ritel Matahari anjlok.

Meskipun demikian, banyak pihak yang tidak sepenuhnya setuju bila dikatakan daya beli masyarakat Indonesia menurun.

Sejumlah pihak menyatakan, data konsumsi rumah tangga terlihat menurun karena kini tengah terjadi pergeseran pola belanja masyarakat dari konvensional ke sistem online atau perdagangan elektronik seiring massifnya perkembangan dunia digital.

Banyak transaksi perdagangan elektronik atau juga dikenal sebagai e-commerce yang belum tercatat karena sistemnya belum diatur secara ketat.

Maraknya belanja online memang tergambar dari sejumlah fakta. Salah satunya adalah melonjaknya pengiriman barang melalui kereta api, moda yang banyak dipakai perusahaan jasa kurir untuk mengirimkan barang.

Berdasarkan data BPS, jumlah barang yang dikirim melalui kereta api selama semester I 2017 mencapai 39,99 juta ton, melonjak 18,32 persen dibandingkan jumlah pada periode sama tahun 2016.

Khawatir

Selain itu, ada pula pihak yang berpendapat, turunnya konsumsi rumah tangga terjadi karena masyarakat berpenghasilan menengah ke atas cenderung menahan belanjanya.

Gejala ini terjadi karena masyarakat khawatir terhadap berbagai kebijakan pemerintah terutama soal pajak dan masalah keamanan.

Executive Director Retailer Service Unit Nielsen Yongky Surya Susilo mengatakan, kekhawatiran terhadap aparat pajak misalnya terkait rencana pemerintah untuk melihat transaksi kartu kredit. (Harian Kompas, 19/9/2017).

Penurunan konsumsi kalangan menengah atas juga disebabkan relatif rendahnya tingkat kebutuhan saat ini terhadap barang-barang elektronik rumah tangga seperti kulkas, AC, TV, sound system dan perlengkapan dapur. Kondisi itu terjadi karena kemungkinan barang yang dimiliki sudah lengkap dan relatif tidak banyak kerusakan.

Perkembangan DPK perbankanSumber: SEKI BI Perkembangan DPK perbankan

Karena porsi belanja berkurang, rumah tangga otomatis memiliki dana berlebih yang kemudian mereka simpan di bank.

Hal itu terkonfirmasi dari melonjaknya simpanan masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK) di bank dalam beberapa bulan terakhir.

Berdasarkan data Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) yang dirilis Bank Indonesia, posisi DPK di bank per Juli 2017 mencapai Rp 4.897 triliun, tumbuh 9,5 persen dibandingkan posisi Juli 2016 (year on year/yoy). Pertumbuhan DPK yoy pada Juli 2017 lebih cepat ketimbang Juli 2016 yang hanya 6,8 persen.

Ini menandakan dalam setahun terakhir, ada kecenderungan masyarakat menahan belanjanya dan di saat bersamaan meningkatkan simpanannya di bank.

Jika demikian dapat dikatakan, daya beli masyarakat sebenarnya tidak menurun atau melemah dibandingkan sebelumnya. Alasannya, masyarakat masih memiliki dana, yang terkonfirmasi dari simpanan mereka yang meningkat di perbankan.

Hanya, dana tersebut tidak lagi mereka habiskan untuk belanja seperti sebelum-sebelumnya. Artinya, masyarakat mengerem konsumsinya bukan karena tidak memiliki uang.

Kompas TV Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita justru mengatakan, kondisi bisnis ritel saat ini dalam kondisi sangat baik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com