Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

Penurunan BI Rate, Apa Artinya untuk Investasi Reksa Dana?

Kompas.com - 25/09/2017, 11:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Efektif per tanggal 25 September 2017, suku bunga acuan Bank Indonesia atau dikenal juga dengan BI Reverse Repo Rate diturunkan dari 4,5 persen menjadi 4,25 persen. Apakah penurunan tersebut memiliki dampak terhadap investasi reksa dana?

Disebut suku bunga acuan, karena informasi tersebut dijadikan oleh perbankan di Indonesia dalam menentukan tingkat suku bunga, mulai dari bunga simpanan seperti tabungan, giro, deposito hingga pinjaman seperti kredit modal kerja, kredit kepemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan, hingga kredit tanpa agunan (KTA).

Bagaimana efeknya terhadap reksa dana? Jenis reksa dana apa saja yang terdampak dan apakah positif atau negatif. Secara umum, jenis reksa dana terkena dampak langsung terhadap perubahan suku bunga acuan adalah reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana campuran.

Reksa Dana Pasar Uang

Penurunan tingkat suku bunga simpanan secara langsung juga akan mempengaruhi reksa dana pasar uang, sebab reksa dana ini melakukan mayoritas melakukan penempatan pada instrumen simpanan perbankan.

Penurunan suku bunga perbankan otomatis akan membuat imbal hasil reksa dana pasar uang menurun. Meski demikian, penurunan suku bunga perbankan tidak terjadi serta merta. Penempatan yang dilakukan oleh periode sebelumnya juga memiliki jangka waktu sehingga suku bunga tidak berubah selama belum jatuh tempo.

Terkadang masih ada bank menengah kecil tertentu yang memiliki kebutuhan likuiditas yang tinggi sehingga bersedia menawarkan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan acuan.

Hal ini juga bisa dimanfaatkan oleh manajer investasi pengelola untuk memaksimalkan hasil investasi dengan dikombinasikan penempatan pada instrumen obligasi jangka pendek.

Untuk reksa dana pasar uang, penurunan suku bunga acuan akan mengakibatkan penurunan ekspektasi imbal hasil investasi walaupun secara efektif mungkin baru akan terasa tahun depan. Ekspektasi return untuk reksa dana pasar uang yang baru seharusnya akan berkisar antara 4,5 – 5 persen.

Reksa Dana Pendapatan Tetap

Portofolio utama dari reksa dana pendapatan tetap adalah obligasi. Praktek pada lapangan bervariasi, namun umumnya terdiri dari obligasi pemerintah dan obligasi korporasi dimana obligasi pemerintah lebih dominan karena lebih likuid atau banyak ditransaksikan.

Secara teori, penurunan suku bunga maka harga obligasi akan naik, sebaliknya kenaikan suku bunga akan menyebabkan harga obligasi turun. Semakin likuid suatu obligasi, maka harganya akan semakin terdampak dengan perubahan tingkat suku bunga ini.

Secara detil, terhadap obligasi yang sudah terbit sebelum kebijakan ini berlaku, secara teori harganya akan mengalami kenaikan.

Terhadap obligasi yang “akan” diterbitkan pada masa mendatang, maka ada kemungkinan tingkat kupon yang ditawarkan akan lebih rendah karena biasanya tingkat kupon obligasi mengikuti acuan suku bunga pinjaman.

Untuk itu, hingga akhir tahun, diperkirakan akan terjadi kenaikan harga dari reksa dana pendapatan tetap. Sebagai informasi, hingga tanggal 22 September 2017 rata-rata reksa dana pendapatan tetap telah mengalami kenaikan hingga 8, 91 persen.

Efek dari kenaikan harga karena perubahan suku bunga acuan ditambah dengan kupon obligasi, seharusnya bisa memberikan potensi peningkatan 2, 5 – 4 persen hingga akhir tahun 2017,  tergantung agresivitas manajer investasi dalam pengelolaannya.

Sebagai contoh, untuk periode yang sama yaitu year to date hingga 22 September 2017, kenaikan dari reksa dana pendapatan tetap yang dikelola Panin Asset Management yaitu Panin Dana Utama Plus 2 dan Panin Dana Pendapatan Berkala (termasuk dividen) adalah masing-masing 10, 46 persen dan 9,30 persen. 

Untuk tahun 2018, asumsi tingkat return reksa dana pendapatan tetap seharusnya akan berkisar antara 7 – 9 persen dengan mempertimbangkan tingkat inflasi yang relatif rendah dan terkendali serta suku bunga yang tetap atau berpotensi turun kembali.

Reksa Dana Campuran

Portofolio reksa dana campuran terdiri dari kombinasi saham, obligasi dan pasar uang (instrumen jangka pendek dengan jatuh tempo < 1 tahun). Dampak dari penurunan suku bunga acuan adalah pada porsi obligasi dan pasar uangnya.

Untuk porsi saham, penurunan suku bunga acuan biasanya berdampak positif, tapi lebih ke sektor tertentu seperti perbankan. Sementara itu, penempatan pada sektor perbankan belum tentu sama untuk semua reksa dana campuran sehingga efeknya bervariasi.

Selain itu, reksa dana campuran juga memiliki kebijakan alokasi saham, obligasi, dan pasar uang yang berbeda. Ada yang mayoritas terdiri dari saham, ada yang obligasi ada pula yang cenderung berimbang antara ketiga instrumen tersebut.

Untuk itu, dampak penurunan suku bunga acuan seharusnya akan sangat bervariasi dan cenderung sulit untuk dibuat perkiraan yang bersifat umum. Yang akan lebih mendapat manfaat dari kebijakan ini adalah reksa dana campuran yang alokasi pada obligasinya lebih banyak.

Memahami risiko investasi

Meskipun penurunan suku bunga acuan berdampak positif, harga obligasi bukan tidak bisa turun. Ketika kenaikannya sudah terlalu tinggi dan secara valuasi sudah mahal, tetap akan ada potensi penurunan harga obligasi.

Untuk itu, salah satu indikator mahal murahnya harga obligasi yang bisa menjadi referensi investor adalah Yield 10 tahun obligasi negara.

Secara berkala, informasi mengenai Yield Obligasi negara dikeluarkan oleh Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) yang dapat diakses melalui situs resmi perusahaannya yaitu www.ibpa.co.id

Per tanggal 22 September 2017, berdasarkan kurva imbal hasil (Yield Curve), yield 10 tahun untuk Indonesia adalah di kisaran 6,7 persen.  Apabila besaran Yield ini sudah lebih kecil dari 6,25 persen atau bahkan di bawah 6 persen, ada kemungkinan valuasinya sudah terlalu mahal.

Apabila tidak ada informasi mengenai potensi penurunan suku bunga acuan atau tingkat inflasi yang lebih rendah, investor bisa mempertimbangkan timing tersebut sebagai kesempatan untuk melakukan profit taking.

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com