Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Stimulus Moneter dan BI yang Percaya Diri

Kompas.com - 27/09/2017, 12:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorMuhammad Fajar Marta

Jika inflasi tidak terkendali atau di luar dari koridor target yang ditentukan, maka perekonomian menjadi tidak stabil atau tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Tahun 2017, bank sentral menargetkan inflasi sebesar 4 persen plus minus satu persen. Hingga Agustus 2017, inflasi yoy sebesar 3,82 persen atau berada di bawah titik tengah target.

Inflasi yoy turun terus sejak Juni 2017, dari 4,37 persen menjadi 3,88 persen pada Juli 2017 dan kemudian 3,82 persen.

Inflasi yang rendah belum tentu bagus, apalagi jika levelnya di bawah target yang telah ditetapkan.

Inflasi yang lebih rendah dari target mengindikasikan tingkat permintaan domestik masih di bawah level yang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tahun ini ditargetkan sebesar 5,2 persen.

Menurunnya permintaan domestik lebih jelas terlihat pada angka inflasi inti. Sebab, inflasi inti lebih mencerminkan kondisi permintaan dan penawaran yang sebenarnya.

Inflasi inti tidak termasuk harga-harga makanan pokok yang cenderung fluktuatif (volatile food) dan harga komoditas yang dikendalikan pemerintah seperti bahan bakar minyak (administered price). 

Berdasarkan data BPS, inflasi inti yoy terus menurun sejak Maret 2017 hingga berada di level 2,98 persen pada Agustus 2017, yang merupakan inflasi inti yoy terendah selama era reformasi.

Untuk mendorong permintaan domestik, kebijakan moneter harus dilonggarkan, salah satunya dengan menurunkan suku bunga acuan.

Dengan turunnya suku bunga acuan, maka seluruh suku bunga instrumen dalam rupiah juga akan turun akan termasuk suku bunga kredit.

Penurunan suku bunga pada gilirannya akan meningkatkan permintaan kredit sehingga perekonomian pun menjadi lebih bergairah.

Karena melihat inflasi inti yang terus menurun itulah, BI akhirnya memangkas BI 7-day RR sebesar 25 bps menjadi 4,5 persen pada pertengahan Agustus 2017.

Meskipun suku bunga acuan telah dipangkas, permintaan domestik ternyata masih lemah, terindikasi dari inflasi inti yoy Agustus 2017 yang kembali turun ke posisi 2,98 persen.

Kondisi itu menandakan bahwa pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 bps belumlah cukup. Inflasi inti yoy sendiri sudah turun sekitar 43 bps sejak Maret 2017.

Percaya diri

BI tentu mengetahui ada potensi risiko yang harus dihadapi bila pemangkasan suku bunga acuan kembali dilakukan.

Risiko tersebut, seperti yang dikhawatirkan pasar, adalah melemahnya nilai tukar rupiah akibat larinya dana asing dari Indonesia.

Namun di sisi lain, stimulus moneter berupa penurunan suku bunga acuan harus dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sebab, pertumbuhan ekonomi hingga triwulan II 2017 baru mencapai 5,01 persen, atau masih di bawah target sebesar 5,2 persen.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com