Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Kotak Pandora "Sharing Economy"

Kompas.com - 02/10/2017, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Imbal balik bagi mitra asimetris dengan tuntutan penyedia platform. Ambil atau lepaskan, take or leave it!

Kenyataannya, kemitraan itu tak setara. Penyedia mengendalikan berbagai aturan dengan berbagai rule of the game.

Sebagian yang nyinyir menyederhanakan argumen: ya tinggal leave saja bila merasa tereksploitasi.

Menurut Badan Pusat Statistik, pengangguran terbuka di Indonesia sebesar 5,33 persen pada Februari 2017. Angka itu berarti ada sekira 7 juta orang menganggur dari 131 juta angkatan.

Belum lagi ditambah fakta bahwa 58 persen angkatan kerja bekerja di sektor informal yang subsisten. Artinya, hari ini bekerja, besok belum tentu. Jadilah mitra beradu nasib dalam pasar kerja meski dengan tingkat eksploitasi tertentu.

Dalam kondisi seperti itu, bisa dipahami bila akhirnya penyedia platform cenderung berlaku tiranik melihat pasar kerja yang ada saat ini.

Pada 2015 lalu, di saat pemerintah melakukan teguran, Go-Jek berdalih bahwa mereka bukan perusahaan transportasi. Sebab itulah mereka tak perlu memperhatikan hubungan industrial antara penyedia dengan mitra. Misalnya, asuransi kesehatan, tunjangan komunikasi, tunjangan hari tua, biaya perawatan armada dan seterusnya. Para mitra sekedar tenaga kerja lepas (offshore) yang mengakses layanan.

Dalam model bisnis seperti itu, kita lihat puluhan ribu prekariat yang menggantungkan nasib. Prekariat atau precarious proletariat merupakan orang-orang yang bekerja di sektor formal, namun tak memperoleh hak-hak sebagaimana pekerja formal lainnya.

Bentuk awalnya seperti model pekerja alih daya (outsourcing), yang tercanggih adalah "mitra" dari penyedia platform.

Ujungnya, penyedia platform tak hanya memperoleh efficiency gains dari proses bisnis, namun juga keuntuntungan atas penangguhan biaya dari pengalihan risiko ketenagakerjaan konvensional.

Cara baca demikian terlihat suram, bagaimana penyedia platform yang dibangun oleh para lulusan kampus dunia, justru terlihat mengakali para prekariat yang sudah terimpit secara struktural.

Saat ini ada sekitar 250.000 mitra Go-Jek, 1.200 pengemudi Grab, dan 6.000 mitra Uber.

Sebagai contoh, Go-Jek melayani 10 juta konsumen tiap minggu. Tingkat penetrasi pasar yang demikian kuat membuat valuasi Go-Jek sangat tinggi. Per Juni 2017, harganya ditaksir mencapai 40 triliun rupiah setelah mendapat suntikan modal dari China sebesar Rp 16 triliun.

Dengan valuasi yang sedemikian fantastis, bisnis aplikasi idealnya bisa memoderasi up stream dan down stream sehingga besarnya kue bisa dirasakan para mitra sebagai ujung tombak layanannya.

Saat ini pengemudi dibayar Rp 1.000-2.000 per kilometer yang nyatanya tak mencukupi untuk penuhi kebutuhan harian mereka.

Skema sharing economy seharusnya dapat mempertemukan supply and demand secara adil.

Kasus Uber di London serta Go-Jek, Grab di Indonesia menyingkap kotak pandora yang selama ini tertutup.

Sebuah pertanyaan bagaimana mekanisme pembentukan harga murah, platform yang tiranik dan eksploitasi yang melingkupinya.

Uber, Go-Jek, Grab dan yang lain harus bisa menjawabnya atau mereka akan disebut sebagai unethical sharing economy. Kita tunggu!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com