Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Tak Turuti Permintaan Freeport

Kompas.com - 02/10/2017, 10:31 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Kawasan Timur Indonesia H. Andi Rukman Karumpa meminta pemerintah tidak tertekan dengan penolakan PT Freeport, perusahaan induk PT Freeport Indonesia, atas skema divestasi 51 persen saham.

Sebelumnya penolakan itu diketahui dari beredarnya surat Presiden and Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoRan Inc Richard C Adkerson yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto dan ditembuskan juga kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

(Baca: Surat Bos Freeport Beredar, Kemenkeu Tahan Komentar)

"Kami harap pemerintah jangan mau ditekan. Tetap saja pada skema semula divestasi 51 persen," kata Andi, di Jakarta, Senin (2/10/2017).

Adanya penolakan ini semakin menghambat perundingan antara pemerintah dengan PT Freeport Indonesia, terutama terkait status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Padahal batas waktu negosiasi itu berakhir pada 10 Oktober 2017 mendatang.

Andi mengatakan, dalam proses negosiasi, manuver-manuver seperti yang diperlihatkan Freeport merupaka hal yang biasa terjadi. "Semua pihak pasti tidak mau rugi dan berharap bisa menang," kata Andi.

Ia menilai posisi pemerintah dalam lobi pengambilalihan saham PT Freeport Indonesia masih sangat kuat. Dengan demikian, pemerintah harus tetap berupaya agar divestasi saham sampai 51 persen diselesaikan paling lambat 31 Desember 2018.

"Penilaian dilakukan dengan menghitung manfaat kegiatan usaha pertambangan Freeport di Papua hingga tahun 2021, atau sejalan dengan berakhirnya Kontrak Karya di Indonesia pada 2021," kata Andi.

Selain itu, Andi mengimbau Freeport mematuhi aturan yang ada di Indonesia terkait valuasi saham divestasi. Penghitungan divestasi ini sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun 2017.

Dalam aturan itu disebutkan penghitungan harga saham divestasi dilakukan sesuai harga pasar yang wajar tanpa memperhitungkan cadangan mineral pada saat penawaran divestasi.

"Cadangan mineral ini kan punya negara, bukan punya dia (Freeport), dia cuma sewa, tidak mungkin kita beli punya sendiri. Itu sesuai pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang menjadi hak dia setelah dia bayar royalti," kata Andi.

Menurut Andi, Freeport kerap menolak penawaran divestasi saham dari pemerintah. Pada tahun 2015, Freeport juga menolak divestasi 10,64 persen senilai 630 juta dollar Amerika. Artinya, penghitungan cadangan sampai 2041 yang diinginkan Freeport tidak sesuai dengan regulasi yang ada.

Dia menegaskan, secara hukum, cadangan itu masih menjadi hak bangsa Indonesia, belum menjadi milik Freeport.

"Hak atas kekayaan alam itu di tangan negara sebagaimana diatur dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Mineral menjadi milik Freeport setelah terjadi pembayaran royalti, yang sebelumnya (belum ditambang) ya punya negara," ujar Andi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com