Pengajar di FIKOM Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan praktisi kehumasan.
DEWASA ini informasi tidak lagi hanya mampu didefinisikan oleh pihak tertentu, tapi juga diperkaya dan dikembangkan oleh banyak pihak (crowdsourcing). Istilahnya, urun daya.
Dikutip dari Wikipedia, urun daya (crowdsourcing) adalah proses untuk memeroleh layanan, ide, maupun konten tertentu dengan cara meminta bantuan dari orang lain secara massal, secara khusus melalui komunitas daring.
Sederhananya Jika pihak utama tidak bisa menyediakan demand, maka pihak sekunder bersiap menyuguhkan. Jika tidak bisa juga, maka ada pihak lainnya. Begitu seterusnya, hingga pada akhirnya yang membedakan hanya derajat kualitas dan volume kuantitas.
Setidaknya situasi ini bisa tergambar jelas dari fenomena gaya hidup dan interaksi sosial, bahkan bisnis. Secara alamiah gaya hidup seringkali memaksa kita bersikap dan berperilaku dengan patokan pada ukuran dan standar tertentu.
Jika Anda kaya, ukurannya pada seberapa banyak kepemilikan atas benda. Jika Anda pintar, acuannya pada seberapa banyak Anda mampu menjawab soal. Jika Anda dermawan, seberapa banyak Anda menyisihkan "investasi dana/waktu" untuk orang lain. Intinya, ada perbandingan (comparative) dan penegasan (affirmation).
Di masyarakat yang hyper, informasi perilaku semacam ini akan sangat mudah ditemui di banyak tempat dan situasi. Terlebih di masyarakat kelas menengah (middle class) yang banyak berpegang teguh pada konsep harga kompetitif, barang terjamin (smart price, smart value).
Epik ini sudah bukan barang langka, terjadi di keseharian. Mereka membeli sesuatu yang bermerk, dengan harga “sogo jongkok”. Setidaknya fenomena ramainya Midnight Sale, Garage Sale, dan Diskon Akhir Tahun sedikit mengonfirmasi perubahan perilaku ini.
Data Bank Dunia menunjukkan bahwa kelas menengah Indonesia terus tumbuh, dari nol persen penduduk pada tahun 1999 menjadi 6,5 persen pada 2011 atau setara dengan lebih dari 130 juta orang. Pada tahun 2030, jumlah kelas menengah diperkirakan akan melesat menjadi 141 juta orang.
Baca juga: Kelas Menengah, Penggerak Utama Pasar Properti Indonesia.
Gambaran lainnya juga bisa dilihat secara kasat mata pada menjamurnya produk-produk sejenis yang mirip. Dalam sisi baik, fenomena tumbuhnya alternatif produk yang semakin mendekati market leader menjadi pilihan menarik dan membangun suasana kompetitif.
Semisal, menjamurnya smartphone yang memiliki beragam fitur menarik dan lengkap dengan harga murah. Juga, terkait menjamurnya kendaraan Low Car Green Car (LCGC) menjadi jawaban atas pilihan-pilihan itu ditengah dana sedikit.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.