Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heryadi Silvianto
Dosen FIKOM UMN

Pengajar di FIKOM Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan praktisi kehumasan.

"Disintermediation", Matinya Para Perantara di Era Digital?

Kompas.com - 03/10/2017, 17:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Mereka datang ke dokter tidak hanya untuk berobat, tapi juga mengonfirmasi dan mengklarifikasi pengetahuan terkait sakit yang diderita. Pergaulan, terpaan informasi, dan pengalaman telah memperkaya mereka untuk tidak serta merta menerima pandangan medis seorang dokter.

Hingga pada akhirnya terdefinisi dokter RUM (rational use of medication), dokter vaginal birth after cesarean (VBAC) atau dokter pro-normal, dokter herbal dan varian sejenis lainnya. Secara alamiah proses membandingkan akhirnya terjadi antara satu dokter dengan dokter lain.

Sekali lagi, situasi ini terjadi karena adanya terpaan informasi yang tidak tunggal. Saat ini ibu – ibu bisa mencari referensi dari milis, media sosial, seminar yang bersifat mandiri dan lain sebagainya. Terkadang ‘terlihat’ lebih tau dibandingkan dokter tersebut.

Mungkin ilmu marketing menyebut itu sebagai “disintermediation”, yakni pemotongan perantara saluran pemasaran oleh produsen produk atau jasa, atau penggantian penjual perantara tradisional oleh jenis perantara baru secara radikal.

Menurut penulis ini bukan sekadar persoalan ekonomi biasa, tapi lebih pada menemukan pesan di tengah keriuhan atau ibarat menjaring ikan di antara tumpukan eceng gondok. 

Gampang-gampang sulit, lebih mudah menggunakan cara singkat (shortcut). Faktanya: telah terjadi ‘disintermediasi informasi’ di sektor pesan dan perubahan perilaku komunikasi akibat penetrasi internet.


Pesan perubahan adalah kepastian

Seluruh fenomena yang telah dipaparkan bagi para praktisi public relations dan strategic communications sudah harus menjadi catatan khusus agar pada akhirnya proses fabrikasi pesan yang selama ini dilakukan dapat menjawab tantangan zaman ini.

Bahwa kini informasi tidak lagi hanya bisa bertumpu pada satu pihak dan memaksa pada satu definisi tunggal, meski itu negara sekalipun.

Miriam J Metzger dan Andrew J Flanagin dari Departemen Komunikasi Universitas California dalam jurnal ilmiah berjudul Credibility and trust of information in online environments: The use of cognitive heuristics, menegaskan bahwa jaringan media digital menyajikan tantangan baru bagi orang untuk menemukan informasi yang dapat mereka percaya.

Pada saat bersamaan, ketergantungan pada informasi yang berasal dari internet semakin meningkat.

Akibat dari kecepatan informasi tersebut, menumbangkan banyak bisnis yang dulu cukup merebak. Sebut saja bisnis warung telepon (wartel) yang kini musnah hampir tanpa bekas.

Telah terjadi proses disintermediasi bisnis maupun komunikasi secara alamiah, karena murahnya paket internet dan lazimnya smartphone di kalangan masyarakat. Mungkin Anda juga pernah lihat buku telepon yang dulu keluar setiap tahun, masihkah Anda temukan sekarang dengan mudah?

Terlebih sudah jelas yang namanya transportasi online, banyak meruntuhkan perantara utama yang sudah puluhan tahun eksis.

Dalam buku Sistem Informasi Manajemen, Chr Jimmy L Gaol menjelaskan internet tak hanya menyebabkan disintermediasi semakin berjalan cepat di sebagian industri, namun juga menciptakan peluang hadirnya jenis-jenis perantara baru.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com