Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Maskapai Penerbangan Eropa "Berjatuhan," Mengapa?

Kompas.com - 05/10/2017, 12:00 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

LONDON, KOMPAS.com - Sejumlah maskapai penerbangan Eropa susah payah mempertahankan kinerja di tengah persaingan bisnis yang kian mengetat. Namun, pada akhirnya, beberapa di antaranya terpaksa "jatuh."

Maskapai penerbangan Air Berlin dan maskapai penerbangan nasional Italia Alitalia adalah dua maskapai yang terlebih dahulu jatuh.

Kemudian, maskapai penerbangan Inggris Monarch menghentikan operasionalnya pada awal pekan ini, membuat 110.000 penumpang telantar.

Mengutip CNN Money, Kamis (5/10/2017), tiga kejatuhan maskapai penerbangan Eropa yang cukup besar tersebut terjadi hanya dalam waktu 50 hari.

(Baca: Krisis di Semenanjung Korea Ganggu Kinerja Maskapai Penerbangan China)

 

Fenomena ini pun memunculkan pertanyaan mengenai kekuatan industri penerbangan Eropa, yang telah diserang persaingan yang amat ketat dan model bisnis yang bergeser.

Para analis memandang akan ada beberapa maskapai penerbangan lainnya yang juga jatuh dalam beberapa bulan ke depan. Hal ini sejalan dengan para pemain yang lebih kecil dan lemah akan lebih tertekan.

"Ini adalah masalah skala dan persaingan. Ada kecenderungan kita akan melihat lebih banyak konsolidasi dan lebih banyak kegagalan di pasar Eropa," kata Rob Byde, analis transportasi di Cantor Fitzgerald.

Maskapai penerbangan murah yang dirajai oleh Ryanair dan Easyjet telah menangkap pasar yang sangat besar di kawasan Eropa.

(Baca: Pesawat Tanpa Pilot Bisa Bikin Maskapai Irit, tetapi....)

 

Keduanya menawarkan tarif penerbangan mulai dari 10 poundsterling atau sekitar Rp 178.200, model bisnis yang terus membuat keterisian kursi penuh dan pesaing gigit jari.

"Ketika industri melihat penawaran kursi meningkat lebih cepat ketimbang permintaan, mereka semua membanting harga," tutur Louise Cooper, analis industri penerbangan.

Kompetitor yang lebih kecil tidak bisa bersaing dengan maskapai penerbangan murah yang besar.

Pasalnya, mereka kurang memiliki skala bisnis yang dibutuhkan untuk menegosiasi diskon untuk barang yang mahal, seperti bahan bakar.

Sementara itu, maskapai penerbangan nasional terlilit biaya dan ekspektasi yang menghindari mereka dari mengadopsi taktik bisnis maskapai penerbangan murah.

Di samping itu, ada juga sejumlah isu yang menghantui industri penerbangan Eropa. Isu tersebut termasuk di dalamna adalah kekurangan pilot dan serangan teroris, yang membuat maskapai termasuk Monarch menghindari destinasi liburan populer seperti Mesir dan Tunisia.

Kejatuhan Monarch adalah yang terbesar sepanjang sejarah industri penerbangan Inggris. Selain 110.000 orang batal terbang, sekitar 750.000 calon penumpang lain yang sudah memesan tiket juga terdampak.

Kompas TV Ratusan calon penumpang maskapai Lion Air bersitegang dengan petugas bandara dan petugas customer service.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com