Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Setiap Rumah Tangga Perlu Waspada Soal Utang

Kompas.com - 13/10/2017, 14:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu IMF memberikan alarm tentang utang rumah tangga negara-negara di dunia. IMF meminta setiap negara di dunia untuk memperhatikan data utang rumah tangga yang terus naik.

Dalam laporan Stabilitas Keuangan Global, Oktober 2017, IMF menemukan utang rumah tangga di negara-negara maju dan negara-negara berkembang terus meningkat setelah krisis keuangan global.

Median atau rata-rata rasio utang rumah tangga terhadap PDB di antara negara-negara berkembang meningkat dari 15 persen pada 2008 menjadi 21 persen pada 2016. Di antara negara-negara maju, rasionya meningkat dari 52 persen menjadi 63 persen selama periode yang sama.

IMF mengkhawatirkan, dalam jangka waktu tiga hingga lima tahun, utang rumah tangga yang terus naik akan menyebabkan terjadinya krisis perbankan.

(Baca: Sri Mulyani Jawab Sindiran RI Tak Berdaulat Akibat Banyak Utang)

Dalam jangka pendek, ketika rasio utang rumah tangga meningkat terhadap PDB, ekonomi akan tumbuh lebih cepat dan tingkat pengangguran akan turun. Kabar baiknya, saat ini, ancaman tersebut lebih terasa di negara-negara maju daripada di negara berkembang.

Di negara maju, utang rumah tangga maupun pasar kredit lebih tinggi dari negara berkembang.

Meskipun begitu, akhir-akhir ini godaan berutang bagi setiap rumah tangga di negara berkembang, termasuk Indonesia, sangat besar. Dengan kemudahan teknologi digital, pengajuan pinjaman dapat dilakukan sangat cepat, mudah, dan dengan nilai yang besar.

Meskipun peringatan ini tidak langsung ditujukan kepada warga Indonesia, namun peringatan bisa menjadi alarm bagi setiap rumah tangga untuk mengelola aset dan utang serta belanja dengan baik. Berikut ini 3 alasannya:

I. Godaan Pinjaman Online Sungguh Besar

Di Indonesia saat ini banyak sekali situs dan aplikasi teknologi finansial yang menawarkan pinjaman cepat.

Meski dengan bunga yang mahal, tawaran ini dikabarkan banyak diminati masyarakat Indonesia, terutama kelas menengah berpenghasilan di atas Rp 10 juta per bulan yang membutuhkan bridging loan atau kredit talangan.

Tingginya permintaan kredit online yang cepat ini menyebabkan sebuah perusahaan Fintech hingga kehabisan dana untuk disalurkan sehingga harus menghentikan penawarannya.

Namun dengan keuntungan berlipat, bunga 1 persen per hari, perusahaan Fintech itu merayakan keberhasilannya dengan rapat kerja di luar negeri.

Kini banyak bermunculan Fintech yang menawarkan pinjaman yang beroperasi di sejumlah negara ASEAN.

Sebut saja sebuah aplikasi pinjaman online dengan inisial MM yang menawarkan bunga hingga 56% selama 28 hari.

Jika Anda meminjam Rp 1 juta, dalam 28 hari Anda harus mengembalikan sebesar Rp 1,56 juta. Luar biasa.

2. Jaga rasio aset dengan utang dan cicilan dengan penghasilan

Dalam mengelola keuangan rumah tangga, Anda harus terus mengukur dan mengealuasi utang Anda. Sebaiknya Anda menjaga rasio utang Anda terhadap total aset kurang dari 50 persen.

Jika total aset yang Anda miliki (rumah, mobil dan motor) sebesar Rp 500 juta, namun total utang Anda (KPR, utang cicilan mobil, dan utang lainnya) sebesar Rp 300 juta.

Ini berarti total utang Anda mencapai 60 persen. Ini sudah tidak sehat sehingga Anda harus mengurangi jumlah utang hingga rasionya 50 persen. Minimal Anda harus menahan diri dan mengetatkan ikat pinggang hingga salah satu utang lunas.

Rasio lainnya ialah rasion cicilan terhadap penghasilan. Sebaiknya Anda harus menjaga agar cicilan untuk membayar semua utang tidak lebih dari 30 persen - 35 persen. Sisa penghasilan Anda sebesar 65-70 persen akan Anda gunakan untuk membiayai kebutuhan bulanan dan menabung hingga investasi.

3. Kenali Utang Produktif

Meskipun Bukan berarti kita sama sekali tidak boleh berutang. Dalam pengelolaan utang rumah tangga, Anda harus mengenal utang produktif.

Upayakan agar utang yang Anda ambil, bisa memberikan Anda penghasilan dan manfaat. Itulah salah satu cara membuat utang Anda produktif, tidak sekadar konsumtif.

Dengan utang produktif Anda akan menambah asset secara perlahan. Namun pengelolaan utang produktif menuntut Anda untuk disiplin mengelola pemasukan dan belanja agar penghasilan yang dihasilkan tidak tergerus oleh belanja yang serampangan.

 

Kompas TV Kapan Indonesia bisa bebas dari utang? Yuk simak wawancara Jurnalis Digital KompasTV, Dian Septina dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com