Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyederhanaan Cukai Rokok Bisa Tambah Pajak Rp 38 Triliun

Kompas.com - 23/10/2017, 17:18 WIB

KOMPAS.com - Penyederhanaan klasifikasi cukai rokok dari 12 klasifikasi yang ada saat ini bisa mendorong penambahan pajak hingga Rp 38 triliun. Saat ini dengan 12 klasifikasi cukai tersebut, harga rokok termurah Rp 400 per batang dan harga tertinggi Rp 1.215 per batang.

Hal tersebut diungkapkan oleh Abdillah Ahsan, peneliti Lembaga Demografi UI dalam Diskusi Komnas Pengendalian Tembakau, Senin (23/10/2017) di Kantor PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jakarta.

Menurut dia, kerumitan klasifikasi cukai rokok dinilai jadi salah satu biang keladi masih tingginya konsumsi rokok di Indonesia.

"Saat ini ada 12 klasifikasi cukai rokok dengan harga termurah yaitu Rp 400, dan harga tertinggi Rp 1.215. Artinya konsumen ada pilihan harga, untuk beli yang murah jika harga yang paling mahal tak terjangkau," kata Abdillah kepada Kontan.co.id, Senin (23/10/2017).

(Baca: Penerimaan Cukai Rokok Bisa Tambal Defisit Anggaran BPJS Kesehatan)

Catatan saja, 12 klasifikasi cukai rokok tersebut ditentukan berdasar tipe rokok yaitu Sigaret Kretek Mesin 3 klasifikasi, Sigaret Putih Mesin 3 klasifikasi, dan Sigaret Kretek Tangan 6 klasifikasi.

Selain tipe rokok, klasifikasi cukai ini juga dibedakan berdasarkan jumlah produksi dan harga jual eceran.

Abdillah mengasumsikan, dengan produksi rokok 340 miliar batang pertahun dengan target penerimaan Rp 150 triliun, maka akan ada tambahan Rp 38 triliun dari simplifikasi klasifikasi cukai rokok.

"Seandainya disederhanakan jadi satu tarif termahal Rp 550 perbatang, dan asumsi produksi 340 miliar batang pertahun, hasilnya Rp 188,7 triliun, akan ada tambahan Rp 38,7 triliun," jelas Abdillah.

Abdillah mencontohkan bagaimana Filipina berhasil menggunakan skema simplifikasi cukai rokok ini. Dari yang mulanya miliki empat klasifikasi kini hanya satu.

Sementara dana lebih tersebut dapat dimanfaatkan misalnya untuk dana BPJS Kesehatan, dan pemberdayaan petani tembakau.

"Potensinya bisa sampai Rp 38 triliun. 50 persen bisa untuk BPJS, setengahnya bisa untuk membantu petani tembakau," sambung Abdillah.

Revisi Batas Atas

Selain menganjurkan untuk menyederhanakan klasifikasi cukai, Komnas Pengendalian Tembakau juga menyarankan agar batas atas cukai rokok yaitu 57 persen juga dihapuskan.

Prijo Sidipratomo, Ketua Komnas Tembakau pada kesempatan yang sama juga menyebut bahwa batas atas cukai rokok masih sangat rendah dibanding anjuran WHO yang menyarankan angkanya 66 persen dari harga jual.

"Cukai rokok masih sekitar 33 persen dari batas atas 57 persen yang ditentukan UU Cukai. Padahal angka 58 persen juga masih jauh dari anjuran WHO sebesar 67 persen dari Harga Jual Eceran (HJE)," kata Prijo.

Tahun depan, cukai rokok sendiri sidah dipastikan naik menjadi 10,04% meski Peraturan Menteri Keuangannya belum terbit.

Kemenkeu mengatakan kenaikan tersebut didasari dari empat pertimbangan yaitu Pertama, aspek kesehatan dan konsumsi rokok yang perlu dikendalikan. Kedua, mencegah peredaran rokok ilegal.

Ketiga, kesempatan kerja masyarakat terutama buruh tani dan buruh perusahaan rokok. Sedangkan pertimbangan keempat, penerimaan negara. (Anggar Septiadi)
 
Berita ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Simplifikasi cukai rokok bisa tambah pajak Rp 38 T" pada Senin (23/10/2017)

Kompas TV Ia menyatakan kalau menggunakan Cannabinoid untuk kepentingan sendiri, bukan untuk diedarkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com