Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenaikan Cukai Rokok Rendah, YLKI Anggap Sri Mulyani Konservatif

Kompas.com - 27/10/2017, 15:30 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memandang kenaikan cukai rokok yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2018, besarannya terlampau rendah.

Kementerian Keuangan telah menetapkan kenaikan cukai rokok pada 2017 sebesar 10,04 persen, dan akan diberlakukan per 1 Januari 2018.

"Jika dilihat presentasenya, kenaikan cukai tersebut merupakan langkah mundur. Sebab pada 2016 yang lalu, kenaikan cukai rokok mencapai 11,19 persen," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, kepada Kompas.com, Jumat (27/10/2017).

Seharusnya, lanjut dia, setiap kenaikan cukai bersifat progresif. Dengan demikian, kenaikan minimal sebesar 57 persen seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dapat tercapai.

(Baca: Kemenkeu: Kenaikan Cukai Rokok untuk Kurangi Konsumsi Rokok)

 

Selain itu, ia menganggap, rendahnya presentase kenaikan cukai rokok tersebut mencerminkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani masih konservatif dalam mengambil kebijakan.

"Kenapa konservatif? Karena seharusnya dengan kenaikan yang lebih tinggi, pemerintah dapat menggali pendapatan dari sektor cukai yang lebih besar," kata Tulus. 

"Seharusnya Menkeu memahami hal ini mengingat defisitnya APBN, akibat target pendapatan pajak yang selalu jeblok."  

Kenaikan cukai yang tinggi, lanjut dia, juga dapat mengendalikan konsumsi rokok. Sebab, cukai adalah sin tax alias pajak dosa.

Berdasarkan data BPJS Kesehatan, lanjut dia, mayoritas penyakit yang diderita oleh masyarakat Indonesia merupakan penyakit tidak menular, yang salah satu pemicunya adalah konsumsi rokok.

Selain itu, ia menjelaskan, rendahnya kenaikan cukai rokok oleh Kemenkeu bakal mengakibatkan prevalensi merokok semakin tinggi. Sebab, kata dia, harga rokok masih sangat terjangkau, baik oleh rumah tangga miskin, anak-anak, dan remaja.

Kenaikan cukai rokok 10,04 persen hanya berdampak terhadap kenaikan harga rokok sebesar Rp 30-Rp 50 per batang.

"Apalah artinya kenaikan sebesar itu? Karena rokok masih bisa dibeli ketengan. Dalam konteks ini, Menkeu gagal memahami cukai sebagai 'pajak dosa', sebagai instrumen pengendali konsumsi rokok," kata Tulus.

Ia menduga, Menkeu lebih dominan mendengarkan industri rokok dibanding masukan masyarakat sebelum menetapkan kebijakan ini. Tulus juga memandang imbauan Presiden Joko Widodo agar petani mengurangi tanam tembakau tak relevan.

"Kenaikan cukai 10,04 persen tidak berdampak apapun terhadap petani tembakau. Nasib petani tembakau justru digerus oleh perilaku industri rokok yang seenaknya menentukan harga dan kualitas daun tembakau milik petani," kata Tulus.

Kompas TV Video sejumlah siswa SD di Trenggalek, Jawa Timur yang tengah mengisap rokok elektrik atau vape tersebar di media sosial dan menjadi viral.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com