JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu sempat beredar informasi terkait isu kandungan logam berat beracun menyerupai telur pada komoditas ikan sarden di Indonesia. Terkait hal ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan penjelasannya.
"KKP dalam hal ini otoritas yang berwenang terhadap pengawasan keamanan produk hasil perikanan menyatakan bahwa informasi tersebut tidak benar," kata Kepala Biro Kerja Sama dan Humas KKP Lily Aprilya Pregiawati dalam pernyataannya, Sabtu (4/11/2017).
Lily menjelaskan, jenis ikan yang saat ini ramai diberitakan adalah bukan di Indonesia atau dari perairan Indonesia.
Ikan sarden jenis tersebut diketahui berasal dari kelompok Family Clupeidae, namun secara morfologis tidak mirip dengan ikan Siro (Amblygaster sirm) maupun ikan Lemuru (Sardinella lemuru) yang terdapat di Indonesia, yang menjadi bahan sarden kalengan atau ikan asin.
(Baca: Menteri Susi: Makan Ikan Akan Tingkatkan Kualitas Anak Indonesia)
Pada kasus ikan sarden yang ramai diberitakan, benda mirip telur atau kristal di dalam perut makanan ikan sardin kaleng yang dianggap tumor atau kanker berbahaya tersebut merupakan Glugea sardinellensis (sejenis protozoa). Glugea mampu membuat sel-sel di sekelilingnya menyerupai bola untuk membentuk perisai.
Sel berbentuk telur ini dapat tumbuh hingga ukuran 1-18 milimeter yang disebut dengan Xenoma. Di mana ikan tumbuh dalam kelompok besar, Glugea akan menyebar lebih banyak.
"Jadi dapat dipastikan bahwa benda mirip telur atau kristal tersebut bukan diakibatkan oleh kandungan logam berat sebagaimana diberitakan," jelas Lily.
Parasit itu tidak menginfeksi pada manusia dan tidak berbahaya untuk dikonsumsi jika terlebih dahulu dibersihkan, dicuci, dan direbus dengan benar. Glugea, imbuh Lily, sebenarnya bukanlah penyakit aneh, langka, atau pun berbahaya, sehingga tidak perlu dihindari.
Adapun ikan sarden di Indonesia umumnya dijual dalam bentuk kemasan kaleng dan sudah melalui tahap jaminan mutu dan keamanan pangan yang sangat ketat melalui sertifikasi SKP, HACCP, MD dan sekarang SPPT SNI. Hal itu mengacu kepada standar FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.