Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mungkinkah Indonesia Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir?

Kompas.com - 06/11/2017, 09:37 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada Jumat (3/11/2017) lalu, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar memaparkan hasil diskusinya bersama sejumlah pemangku kepentingan tentang peluang nuklir sebagai energi alternatif pembangkit tenaga listrik.

Pembicaraan dalam diskusi yang dimaksud sudah sampai pada tahap hitung-hitungan hingga peluang wacana itu direalisasikan di Indonesia.

Arcandra sempat fokus pada berapa biaya yang diperlukan untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Dia juga membahas apakah dengan energi nuklir, biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk layanan listrik bisa lebih murah atau tidak.

"Berapa harga jual PLTN ini? Range-nya berdasarkan dari data yang ditampilkan di seluruh dunia berkisar antara 9,7 sen sampai 13,6 sen per kilowatt hour. Lebih mahal enggak? BPP (Biaya Pokok Penyediaan) nasional kita adalah 7,39 sen, kalau lihat historinya, PLTN akan di atas BPP nasional," kata Arcandra di kantor Kementerian ESDM, Jumat malam.

Dari aspek BPP, penggunaan energi nuklir sebagai pembangkit tenaga listrik lebih mahal dari energi yang sudah ada kini. Sehingga, pilihannya dua jika ingin tetap menggunakan energi nuklir, yaitu masyarakat bayar tarif listrik lebih mahal atau pemerintah memberikan subsidi.

"Kemudian kalau harganya lebih mahal akan ada subsidi enggak? Iya. Apakah ini akan membebani PLN (Perusahaan Listrik Negara)? Iya, kalau harganya segitu," tutur Arcandra.

Dari perkembangan selama ini, Arcandra juga menerima masukan dari perusahaan asal Rusia yang memanfaatkan energi nuklir sebagai pembangkit tenaga listrik, yakni Rosatom.

Berdasarkan hitung-hitungan Rosatom pun, bila menggunakan energi nuklir, BPP akan ada di kisaran 9,7 sampai 13,6 sen per kilowatt hour.

Arcandra mengaku dapat masukan juga dari kelompok usaha yang pro dengan energi nuklir sebagai pembangkit tenaga listrik. Mereka menyatakan, ada hitung-hitungan yang menampilkan biaya pembangkit tenaga listrik memakai nuklir lebih murah ketimbang sumber daya yang digunakan saat ini.

"Ada yang mengatakan di bawah itu, tapi belum bisa memberikan bukti. Tetapi kalau ada yang membuktikan data secara komersial (PLTN) ini lebih murah, belum ada sampai saat ini, saya belum terima, baru wacana. Ini duitnya besar, kita enggak bisa berwacana," ujar Arcandra.

Mengenai hal lain di luar aspek komersil, seperti teknologi dan sumber daya untuk nuklir, Arcandra memastikan Indonesia bisa melaksanakan itu.

Seperti unsur kimia untuk reaktor nuklir yang digunakan, yakni uranium, sudah dipikirkan kalau PLTN jadi dibangun maka Indonesia akan mengimpor uranium.

Sedangkan hal lain yang tak kalah penting adalah mengenai kesiapan masyarakat menerima energi nuklir. Semua aspek itu kini masih dalam pembahasan pemerintah melalui kementerian terkait bersama dengan perwakilan dunia akademisi, peneliti, serta pengusaha.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com