Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi Pancasila Antar Megawati Dapat Doktor HC dari Kampus di Korsel

Kompas.com - 17/11/2017, 11:14 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis


KOMPAS.com
– Angkat topik ekonomi Pancasila sebagai alternatif bagi sistem ekonomi kapitalis, Megawati Soekarnoputri mendapatkan gelar doktor kehormatan (honoris causa) dari Universitas Nasional Mokpo (MNU) Korea Selatan.

"Ekonomi Pancasila sangat relevan dengan kondisi saat ini. Kapitalisme menghasilkan ketimpangan yang makin lebar, lalu kerusakan lingkungan mengancam bumi," kata Presiden MNU, Choi Il, dalam pidatonya usai memberikan gelar doktor kehormatan kepada Megawati, di kampus MNU, Kamis (16/11/2017), lewat siaran pers.

Megawati yang juga adalah Presiden kelima Indonesia, ungkap Cho, dinilai konsisten memperjuangkan ekonomi Pancasila sebagai alternatif bagi sistem ekonomi liberal.

Selain itu, lanjut dia, MNU juga melihat perhatian dan kontribusi Megawati terkait situasi geopolitik di Semenanjung Korea.

Adapun orasi ilmiah Megawati dalam penerimaan gelar doktor kehormatan tersebut berjudul “Pancasila Democracy: An Economic and Political Democracy to Build a New World Order”. Gelar doktor kehormatan ini merupakan yang keenam bagi Megawati.

(Baca juga: Dianugerahi Gelar Doktor Honoris Causa Kelima, Megawati Deg-degan)

Dalam orasinya, Megawati memaparkan, Pancasila adalah puncak pemikiran Presiden pertama Indonesia, Soekarno.

"Pemikiran politik Bung Karno merupakan antitesa terhadap imperialisme dan kapitalisme yang menjadi akar kemiskinan bangsa-bangsa terjajah, termasuk di indonesia,” kata Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini.

Saat menjelaskan tentang sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, suara Megawati sempat tersendat. Menurut Megawati, sila tersebut merupakan komitmen Indonesia untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, bukan hanya bagi Indonesia melainkan juga bangsa-bangsa lain.

"Kami nasionalis, kami cinta bangsa kami dan semua bangsa,” kata Megawati dengan suara parau dan disambut tepuk tangan para hadirin.

Megawati meyakini, demokrasi Pancasila adalah demokrasi sejati, yaitu perpaduan antara demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.

“(Ini) suatu sistem demokrasi yang melindungi golongan-golongan yang lemah. Golongan-golongan yang kuat dibatasi kekuatannya, agar tidak terjadi eksploitasi terhadap golongan yang lemah oleh golongan yang kuat,” ungkap Megawati.

Menurut Megawati, tujuan dari demokrasi Pancasila adalah tercapainya prinsip Trisakti—yang juga dicetuskan Soekarno—yaitu berdaulat dalam politik, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Dia berkeyakinan, semua bangsa sejatinya punya harapan serupa, tak hanya Indonesia.

(Baca juga: Megawati Akan Menerima Gelar Doktor Honoris Causa dari Unpad)

Demokrasi, tegas Megawati, adalah alat, bukan tujuan. Adapun inti dari demokrasi, ujar dia, adalah permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, bukan oleh perdebatan dan siasat yang diakhiri dengan adu kekuatan dan penghitungan suara pro dan kontra.

"Sebagai alat, demokrasi Pancasila mengenal kebebasan berpikir dan berbicara. Tetapi, kebebasan dalam batas-batas tertentu, yakni batas keselamatan negara, batas kepentingan,” papar Megawati.

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang juga Presiden kelima Indonesia, Megawati Soekarnoputri saat membawakan orasi ilmiah berjudul ?Pancasila Democracy: An Economic and Political Democracy to Build a New World Order? dalam penerimaan gelar doktor honoris causa dari Universitas Nasional Mokpo (MNU) Korea Selatan, Kamis (16/11/2017).Dok PDI-P Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang juga Presiden kelima Indonesia, Megawati Soekarnoputri saat membawakan orasi ilmiah berjudul ?Pancasila Democracy: An Economic and Political Democracy to Build a New World Order? dalam penerimaan gelar doktor honoris causa dari Universitas Nasional Mokpo (MNU) Korea Selatan, Kamis (16/11/2017).

Karena itu, kata Megawati, demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi Indonesia sudah seharusnya tidak berdiri di atas paham-paham liberalisme.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com