YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan ketahanan pangan dan gizi meliputi penanganan yang kompleks. Di samping itu, pembangunan tersebut membutuhkan sikap serius.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi mengataka hal itu dalam acara workshop Pemantauan dan Evaluasi Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Provinsi Regional Tengah dan Timur di Yogyakarta, hari ini, Jumat (24/11/2017).
Lantaran itulah, penanganan kerja sama yang harmonis multisektor adalah keharusan. Ada tiga isu utama menyangkut hal ini. Kesepakatan aksinya meliputi transformasi sistem pertanian pangan sesuai kondisi sekarang, masalah gizi masyarakat, dan ketersediaan lahan dan air.
Terhadap ketiga hal itu, para perencana program dan anggarannya, kata Agung, agar fokus pada daerah rentan rawan pangan. "Di era global, persaingan terjadi di seluruh bidang usaha. Kualitas SDM merupakan faktor kunci dalam memenangkan persaingan, terutama menyiapkan SDM Indonesia yang sehat, berkualitas, dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi," jelas Agung.
Kekhawatiran terhadap rendahnya kualitas SDM, berawal pada masalah gizi saat usia dini. "Pendekatan yang efektif untuk memperbaiki status gizi adalah dengan melibatkan berbagai sektor terkait," lanjut Agung.
"Pemerintah berkomitmen, kita siap mencapai target SDG’s, menurunkan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja di pedesaan dan memberantas masalah terkait gizi buruk," kata Agung menegaskan.
Peraturan Presiden No. 83/2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi (KSPG) mengamanatkan penyusunan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) kepada seluruh kementerian teknis dan penyusunan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG) oleh Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Lima pilar RAN-PG sesuai Perpres 83/2017 (1). Perbaikan gizi masyarakat; (2). Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam; (3). Mutu dan keamanan pangan; (4). Perilaku hidup bersih dan sehat dan (5). Koordinasi pembangunan pangan dan gizi.
"Kelima pilar ini harus dilaksanakan secara komprehensif agar pembangunan pangan dan gizi dapat terwujud," tegas Agung lagi.
Berangkat dari situlah, Agung mengajak agar masyarakat merubah pola pikir, bahwa beras bukan satu-satunya pangan sumber karbohidrat. "Banyak sumber pangan lokal seperti umbi-umbian, sukun, jagung, sagu dan lain-lain yang memiliki nilai gizi setara dengan beras," jelas Agung.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan