Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wahai Wajib Pajak, Ketahui Aturan Terbaru Ini

Kompas.com - 25/11/2017, 18:41 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

MANADO, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan baru-baru ini menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 165 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas PMK 118/2016 mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 soal Pengampunan Pajak.

PMK 165/2017 ini resmi berlaku per 17 November 2017 dan sudah mulai diundangkan pada 20 November 2017.

Pokok PMK 165/2017 ada dua. Pertama soal tidak perlu menyertakan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan (SKB PPh) final saat mengurus balik nama harta yang telah dideklarasikan ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Kedua, penegasan wajib pajak (WP) agar melaporkan hartanya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak sebelum harta tersebut ditemukan dan diperiksa oleh petugas pajak.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dalam aturan sebelumnya, yaitu PMK 118/2016 mengatur bahwa WP peserta tax amnesty memerlukan SKB yang diminta ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) supaya PPh finalnya bisa dibebaskan.

Karena tenggat waktu fasilitas pembebasan PPh final bagi peserta TA sudah mepet, paling lambat 31 Desember 2017, maka Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatur tidak perlu SKB. Cukup surat keterangan yang sudah didapat peserta amnesti pajak saat mendeklarasikan hartanya kemarin.

"Waktu dari BPN untuk balik nama harta tanah dan bangunan juga paling lambat 31 Desember 2017, maka diimbau supaya segera mengurus balik nama dan memanfaatkan fasilitas pembebasan PPh final ini," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama dalam acara Media Gathering DJP 2017 di Manado, Sulawesi Utara, Rabu (22/11/2017).

Poin kedua soal pelaporan harta yang ditujukan, baik kepada WP peserta tax amnesty maupun yang bukan peserta amnesti pajak.

Aturan ini menegaskan salah satu poin dalam UU 11/2016 tentang Pengampunan Pajak, di mana dijelaskan bahwa wajib pajak yang lapor hartanya kepada petugas pajak sebelum Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) diterbitkan tidak akan kena sanksi denda.

Berbeda dari poin pertama tadi, poin kedua PMK 165/2017 tidak mengatur batas waktu. Selama petugas pajak belum menerbitkan SP2, WP bisa melaporkan hartanya dan tidak dikenakan sanksi denda.

Besaran sanksi denda yang dikenakan sebesar 200 persen bagi peserta amnesti pajak dan dua dikali maksimal 24 bulan bagi wajib pajak nonpeserta amnesti.

Adapun tarif pajak yang dikenakan adalah 25 persen untuk wajib pajak badan, 30 persen untuk orang pribadi, dan 12,5 persen bagi wajib pajak tertentu.

Sebagai gambaran, DJP melalui petugas di berbagai tingkat sudah menerima data 27.777 wajib pajak yang dikirim ke sejumlah Kantor Pajak Pratama untuk diteliti. Dari puluhan ribu data itu, 951 wajib pajak telah diinstruksikan untuk diperiksa.

Data itu mengerucut lagi jadi 811 wajib pajak yang mendapatkan SP2, di mana petugas pajak telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap 68 wajib pajak.

Dari laporan hasil pemeriksaan, diketahui tujuh wajib pajak yang terbukti belum melapor hartanya dan dikenakan pajak hingga Rp 5,7 miliar.

"Ini enggak ada yang tahu, apakah petugas menemukan duluan atau WP yang melapor terlebih dahulu. Intinya, ini untuk mendorong lagi tingkat kepatuhan secara sukarela dan menguatkan basis data perpajakan kami," ujar Yoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com