KOMPAS.com - Selama 2016 dan 2017, jenis reksa dana pendapatan tetap menunjukkan kinerja yang sangat baik, bahkan lebih baik dibandingkan reksa dana saham. Meski demikian, investor tetap perlu memahami risiko dan cara kerja reksa dana ini.
Reksa dana pendapatan tetap adalah jenis reksa dana yang kebijakan investasinya minimal 80 persen ditempatkan ke obligasi. Obligasi memiliki karakteristik yang berbeda dengan saham sehingga diperlukan analisa yang berbeda pula.
Berikut hal-hal yang harus investor pahami sebelum berinvestasi di reksa dana pendapatan tetap:
Kupon dan Kebijakan Bagi Hasil Reksa Dana
Obligasi dikenal sebagai instrumen yang memberikan pendapatan yang tetap dalam persentase tertentu yang disebut dengan kupon. Pembagian kupon dilakukan setiap 3 bulan untuk obligasi korporasi dan setiap 6 bulan untuk obligasi pemerintah.
Meski demikian, kebanyakan reksa dana pendapatan tetap umumnya memiliki kebijakan untuk mereinvestasikan kupon tersebut. Artinya kupon yang diterima dari investasi obligasi selanjutnya digunakan lagi untuk berinvestasi sehingga menambah harga reksa dana atau Nilai Aktiva Bersih per Unit (NAB per Up).
Terdapat reksa dana pendapatan tetap yang membagikan dividen setiap bulannya, namun perlu dipahami bahwa pembagian dividen akan membuat NAB per Up reksa dana mengalami penurunan.
Baca juga: Apa Produk Investasi Reksa Dana yang Paling Diminati Kaum Milenial?
Jatuh Tempo dan Kebijakan Investasi
Meski obligasi memiliki jatuh tempo, reksa dana pendapatan tetap yang berinvestasi pada obligasi tidak memiliki waktu jatuh tempo. Yang dilakukan oleh manajer investasi ketika obligasi dalam reksa dana jatuh tempo adalah menggunakan dana tersebut untuk berinvestasi pada obligasi yang baru.
Tidak tertutup kemungkinan juga ketika suatu obligasi belum jatuh tempo, manajer investasi menjual obligasi tersebut karena menemukan opsi obligasi yang lebih baik atau ada permintaan pencairan dari investor reksa dana.
Rating Obligasi
Untuk reksa dana yang berinvestasi pada obligasi yang diterbitkan perusahaan, salah satu risiko terbesar adalah jika perusahaan tersebut gagal bayar. Kemampuan suatu perusahaan dalam membayar kewajiban obligasinya diseragamkan oleh perusahaan pemeringkat dalam bentuk rating.
Terdapat beberapa lembaga yang menetapkan rating obligasi seperti PT. PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia) dan PT. Fitch Rating Indonesia yang berspesialisasi pada obligasi korporasi. Ada pula lembaga rating internasional yang fokus pada obligasi negara seperti Standard & Poors, Fitch Rating, Moody Investor Service, Japan Credit Rating Agency, dan Rating and Investment Information Inc.
Rating dapat dibagi menjadi kategori layak investasi (Investment Grade) yaitu dari AAA, AA, A dan BBB serta tidak layak investasi (Non Investment Grade) dari BB, B, CCC, CC, C dan Default.
Semakin baik kemampuan bayar suatu perusahaan, maka otomatis ratingnya akan semakin tinggi dan sebaliknya. Namun di satu sisi, umumnya perusahaan dengan rating yang baik akan membayarkan kupon lebih kecil dibandingkan perusahaan yang ratingnya lebih rendah.
Baca juga : Apa Dampak Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Kinerja Reksa Dana?