Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oleh-oleh Buah dari Luar Negeri Disita Petugas, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 05/12/2017, 13:44 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Karantina Pertanian (Barantan) memberikan penjelasan terkait kebijakan petugas karantina menyita buah-buahan penumpang pesawat dari luar negeri.

Penjelasan ini menyikapi viralnya video di media sosial tentang kejadian penumpang yang tidak berkenan buah bawaannya disita petugas karantina Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

"Terkait pemasukan buah yang dibawa penumpang wajib dilengkapi dengan sertifikat phytosanitary dari negara asal," ujar Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati Barantan Antarjo Dikin dalam keterangannya kepada Kompas.com, Jakarta, Selasa (5/12/2017).

Menurut Antarjo, sertifikat phytosanitary diperlukan untuk menjamin bahwa buah yang dibawa tidak berisiko membawa lalat buah yang bisa merusak buah lokal. Lalat buah sangat merusak pertanian, sehingga karantina mencegahnya.

Ketentuan itu bukan hanya diterapkan oleh Indonesia saja. Sertifikat phytosanitary lazim disyaratkan oleh berbagai negara untuk melindungi hasil pertaniannya.

"Contoh kasus lalat buah di California USA, dan wabah ini membutuhkan biaya dan waktu lama untuk membersihkannya. Hingga hari ini dilarang membawa buah segar ke Amerika. Begitu pula kejadian di Jepang," kata Antarjo.

Selain sertifikat phytosanitary, buah-buahan dari negara yang diakui sistem keamanan pangannya oleh Indonesia, juga wajib dilengkapi sertifikat of analysis.  Ini untuk menjamin buah aman bagi kesehatan manusia dan tidak membawa cemaran berbahaya bagi manusia dan lingkungan.

Antarjo mengatakan, negara yang sudah diakui food safety authority-nya antara lain Amerika Serikat untuk apel dan pir, Australia jeruk, apel dan pir, serta New Zealand untuk buah kiwi dan apel.

"Jumlah yang diperboleh dibawa memang tidak ada ketentuan, mengingat sedikit banyak volume,  resikonya terhadap masuknya lalat buah dan cemaran berbahaya bagi manusia dianggap sama," kata Antarjo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com