Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SKK Migas: Investor Tunggu Aturan Pajak Skema Gross Split

Kompas.com - 07/12/2017, 15:59 WIB
Aprillia Ika

Penulis

MUARA ENIM, KOMPAS.com - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan bahwa adanya aturan kontrak bagi hasil gross split tidak lantas membuat investor minyak dan gas (migas) takut untuk berinvestasi di Indonesia.

Menurut dia, memang jumlah investor tidak sampai 10 tetapi memiliki bujet yang jelas. Sebelumnya, Amien memproyeksi akan ada 10 kontrak baru yang akan menggunakan skema gross split.

Hingga 2025, Amien memproyeksi akan ada 33 kontrak cost recovery yang berubah menjadi gross split. Sisanya sebanyak 53 kontrak produksi (Production Sharing Contract/PSC) akan tetap menggunakan skema cost recovery.

Seperti diketahui, pemerintah tengah dalam upaya melakukan efisiensi biaya sehingga pemerintah mengubah skema cost recovery menjadi skema gross split. Amien yakin skema gross split bisa mendatangkan efisiensi bagi pemerintah dan kontraktor migas.

Baca juga : PP Perpajakan untuk Skema Gross Split Akan Terbit Bulan Ini

Hal ini disebabkan jumlah cost recovery yang harus dibayarkan pemerintah sejak 2012 lalu semakin lama semakin besar. Jumlah cost recovery yang membesar inilah yang selalu menjadi perdebatan antara pemerintah dan politisi di parlemen.

Menurut Amien, lelang gross split terbaru tidak mengalami penundaan dan sudah dimulai. Hanya saja, investor melakukan penundaan untuk memasukkan dokumen lelang karena para investor potensial tersebut masih ingin melihat bagaimana aturan pajak gross split berlangsung, sehingga mereka bisa melakukan perhitungan.

Jika hitungan pajak dinilai menarik, maka investor akan lanjut untuk meneken kontrak gross split.

"Mudah-mudahan aturan pajak gross split ini segera dikeluarkan pemerintah sehingga 15 blok migas yang ditawarkan segera terjual. Tahun ini jika hanya 5 yang terjual itu sudah bagus," ujar Amien usai usai acara peresmian Stasiun Pengumpul Gas Paku Gajah dan Kuang di Muara Enim, Sumatera Selatan, Rabu (6/12/2017).

Baca juga : Skema Gross Split Untungkan Kontraktor Migas dan Masyarakat Sekitar

Amien mengaku tidak khawatir dengan susutnya jumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas. Dia bercerita, pada 2015 ada sekitar 30 KKKS yang hilang karena ternyata banyak KKKS yang enggan memenuhi persyaratan kontraktor migas di Indonesia.

Misalnya saja untuk data seismik. Sehingga SKK Migas banyak mencoret KKKS yang "bandel" tersebut. Menurut Amien, jumlah KKKS yang sedikit asalkan investasinya jelas tidak akan jadi masalah.

Digodok

Seperti dikutip dari Kontan.co.id, saat ini pemerintah terus menggodok peraturan mengenai skema pajak dalam kontrak bagi hasil gross split. Peraturan pajak ini memang sangat dinanti oleh para pelaku industri hulu migas.

Bahkan supaya aturan ini bisa segera terbit, Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo terus diminta oleh Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar untuk segera menerbitkan peraturan soal pajak gross split. Pasalnya aturan ini bisa mendorong terciptanya kepastian bisnis bagi investor.

Baca juga : Kebijakan Gross Split Ditanggapi Berbeda-beda oleh Pelaku Usaha Migas

Mardiasmo bilang, Kementerian Keuangan akan membuat aturan tersebut dengan cara mengadopsi Peraturan Pemerintah Nomor 27/2017. Dengan begitu, pemerintah tidak akan mengenakan pajak selama masa ekplorasi.

Sementara untuk masa ekploitasi, pemerintah hanya akan mengenakan pajak ketika sudah mencapai masa keekonomian. Ini berarti ketika masa awal produksi, para kontraktor tidak membayar in-direct tax seperti PPn.

Namun rancangan peraturan tersebut ternyata masih bertentangan dengan usulan investor untuk peraturan pajak gross split. Mardiasmo bilang, investor inginnya selama masa eksporasi dan ekploitasi tidak dikenai pajak.

Padahal, pemerintah tetap ingin mengenakan pajak selama masa eksploitasi, tapi hanya ketika perusahaan migas sudah mencapai masa keemasan. "Kalau selamanya semua proyek tidak dikenakan PPN dan PBB, tax forgo ya banyak. Ini yang sedang cari solusi," jelas Mardiasmo.

Baca juga : Pengusaha Migas Nilai Skema Gross Split Tidak Menarik

Selain meminta kebebasan pajak pada masa ekplorasi dan ekploitasi, Mardiasmo menyebut investor juga meminta skema lost carry forward tidak dikenai masa waktu. Terkait hal ini, Kementerian Keuangan telah memberikan solusi dengan cara melakukan kapitalisasi kerugian atau biaya yang dikeluarkan.

"Kan ini bukan cost recovery, tapi ini bisa jadi tax deducted, bisa dikurangkan. Bisa dibiayakan tapi pada saat tidak eksplorasi, dikapitalisasi. Pada saat sudah beroperasi, sudah menghasilkan, sudah ada keekonomiannya, maka sudah dicocokkan sebagian terus melalui teknik amortisasi. Artinya, kalau amortisasi ini tidak kena pajak," ujar Mardiasmo.

Kompas TV Sepanjang 2016 lalu, Pertamina memperoleh pendapatan lebih dari Rp 487 Triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com