Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Murniati Mukhlisin
Praktisi Ekonomi Syariah

Pakar Ekonomi dan Bisnis Digital Syariah/Pendiri Sakinah Finance dan Sobat Syariah/Dosen Institut Tazkia

Gerakan Keuangan Keluarga “Zaman Now”

Kompas.com - 08/12/2017, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAprillia Ika

Gebrakan “Ayo kembali ke keluarga” sudah sering kita dengar. Seminar parenting ada di mana-mana dan biasanya jumlah peserta membludak.

Topiknya sekitar bagaimana para orangtua dapat menjadi suri tauladan dan menjadikan rumah sebagai tempat belajar pertama bagi anak-anaknya.

Meningkatnya kenakalan remaja disinyalir karena kurangnya pendidikan keluarga dari sisi agama, moral dan etika.

Sebuah penelitian di Universitas Padjajaran membuat kategori kenakalan remaja mulai dari usia 12 tahun, yaitu masa pubertas pertama, kemudian masa pubertas kedua dan ketiga hingga periode remaja adolesen 21 tahun.

Di ujung penelitian tersebut, Lestari dkk (2017) menegaskan peranan utama keluarga untuk mengatasi kenakalan remaja.

Gerakan “Ayo cinta syariah” juga makin bergeliat, mengajak para keluarga untuk berperan aktif.

Belum lama saya terlibat dalam pesta akbar ekonomi dan keuangan syariah yang diadakan oleh Bank Indonesia di Surabaya tanggal 6-11 November 2017 yang dikenal dengan Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF).

Dikabarkan sekitar 1,500 pelajar sekolah, mahasiswa dan anggota keluarga disamping para praktisi dan akademisi yang datang untuk menikmati berbagai jenis pameran yang digelar oleh para pendukung gerakan ekonomi dan keuangan syariah.

Salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan literasi masyarakat luas dalam praktik ekonomi dan keuangan syariah yang lebih gencar lagi.

Gerakan lama

Sebenarnya gerakan keuangan “syariah” ini sudah lama dikumandangkan jauh sebelum Islam tiba untuk memerangi prilaku keuangan ribawi.

Misalnya di dalam satu tulisan Dr. Muhammad Syafii Antonio, seorang pakar ekonomi dan keuangan syariah yang mengutip Kitab Imamat 25: 35–37:

Apabila saudaramu jatuh miskin, sehingga tidak sanggup bertahan di antaramu, maka engkau harus menyokong dia sebagai orang asing dan pendatang, supaya ia dapat hidup di antaramu. Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba daripadanya, melainkan engkau harus takut akan Allah-mu, supaya saudaramu dapat hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.”

Syafii menyebutkan penggalan Kitab Ulangan 23:19–20:

Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan atau apapun yang dapat dibungakan. Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga…

Serta dalam Kitab Exodus pasal 22 ayat 25:

Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia; janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya.”

Selanjutnya Syafii menambahkan ternyata di dalam kitab klasik ajaran Hindu dan Budha ditemukan istilah pembayaran bunga yang merupakan suatu hal yang harus dihindari.

Adapun menurut Lewis dan Algaoud (2003) istilah bunga dalam bahasa Yahudi yaitu “neshekh” yang artinya “satu gigitan” yang dipahami sebagai bunga dari kaca mata orang yang berutang (debitur) dan “tarbit/marbit” atau “tambahan/bunga” dari sisi pemberi hutang (kreditur).

Jadi gerakan “syariah” saat ini bukanlah hal yang baru.

Apatis

Namun mengapa banyak yang tidak menerima gerakan “syariah” ini? Muhammad Syafii Antonio yang sedang berada di Inggris pekan ini bersama saya mengisi kelas mengapa perlunya syariah di Christ Church Canterbury University, Canterbury, UK.

Syafii sampaikan bahwa mendukung tegaknya syariah adalah suatu “Big Opportunity” karena banyak sekali manfaatnya untuk semua orang baik Muslim maupun Non-Muslim.

Lihat saja kegiatan sholat yang hampir setiap keluarga Muslim memerlukan seperangkat alat sholat, hingga kegiatan haji dan umrah yang setiap tahunnya melibatkan 5 juta jamaah haji dan 40 juta jamaah umrah yang semuanya memerlukan seperangkat alat ibadah.

Ternyata pemilik pabrik perlengkapan alat sholat adalah kebanyakannya non-Muslim bahkan negara pemilik mesin jahit terbanyak yang menyiapkan sejadah, mukena dan kain ihram adalah China.

Belum lagi penyedia pesawat dan bis pengangkut jamaah haji dan umrah dari bandara di Jeddah maupun Madinah menuju kota Mekah adalah para pelaku bisnis yang sebagian besar adalah pengusaha non-Muslim.

Bank syariah, asuransi syariah, modal ventura dan pasar modal syariah pun tak ketinggalan, yang tidak pilih – pilih ketika menjajakan produk dan jasanya.

Juga keuangan mikro syariah hingga penyedia FinTech syariah yang tidak pernah bertanya apakah para peserta dan investor adalah beragama Islam atau tidak. Tepat jika gerakan ini disebut sebagai “Gerakan Keuangan Keluarga Zaman Now.”

Di dalam kelas yang dihadiri oleh direktur kerjasama Internasional, dosen dan mahasiswa ini, saya kemudian menjelaskan perlakuan akuntansi di lembaga keuangan syariah.

Jurnal debit kredit ternyata mampu menjelaskan transaksi syariah lebih jelas lagi. Para hadirin manggut-manggut memahami perbedaan mendalam antara produk bank syariah dan bank ribawi. Dengan segala masalah keuangan saat ini, persoalan etika menjadi topik penting di negara calon pengantin Pangeran Harry dan Meghan ini.

Solusi keuangan syariah yang sangat logis sudah menjadi pilihan solusi bagi Inggris, salah satu momentumnya adalah ketika dibukanya cabang Albaraka International Bank dengan produk “Islamic mortgage” pada tahun 1982, yang kemudian disusul oleh bank-bank lain dan pendirian Islamic Bank of Britain pada tahun 2004 (berganti nama menjadi Al Rayan pada tahun 2014).

Di tahun 2014, pemerintah Inggris mengeluarkan Sukuk sebesar 200 juta poundsterling untuk membiayai pembangunan, bukan angka yang kecil! Bahkan Reuters memberitakan bahwa Inggris berencana untuk menerbitkan kembali di tahun 2019.

Begitu juga di Indonesia, perkembangan keuangan syariah telah menjadi salah satu solusi keuangan bagi semua keluarga Indonesia.

Statistik keuangan syariah baik bank maupun non-bank tersedia di beberapa situs, yang sudah sering saya sampaikan di kanal ini. Lantas kenapa selama ini apatis?

Inilah namanya “rahmat”

Saya mengajak pembaca kanal ini untuk membuka mata, dan mengakui keberadaan Islam yang telah menjadi pemberi rahmat untuk semua tanpa pilih.

Maka dari itu mari dukung kegiatan ibadah ummat Islam, mari bersama - sama kembangkan keuangan syariah dan mari terlibat aktif di dalamnya.

Ternyata bagi keluarga yang selama ini menolak secara tidak langsung telah banyak merasakan manfaatnya. Inilah namanya “rahmat” untuk seluruh alam.

Kalaupun ada kekurangan di sana sini, mari sampaikan kritik membangun, bukan diam atau menjauhkan diri atau bahkan berkampanye negatif.

Kalau ada prilaku Muslim yang tidak sesuai dengan ajarannya, mohon beri nasihat dan jangan jadikan mereka representasi dari ajarannya.

Demikian catatan kecil kali ini disampaikan, semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bis-shawaab. Salam dari Kota London, Salam Sakinah!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com