JAKARTA, KOMPAS.com - Generasi milenial yang rata-rata berusia 25-35 tahun kini masuk dalam angkatan kerja. Mereka pun memiliki penghasilan yang cukup memadai untuk memenuhi beragam kebutuhan dan gaya hidup.
Akan tetapi, dengan penghasilan yang dimiliki, generasi milenial dipandang sulit untuk membeli rumah. Pasalnya, kenaikan harga rumah lebih cepat ketimbang kenaikan penghasilan.
Namun, ada juga pandangan bahwa generasi milenial cenderung enggan membeli rumah. Apakah benar demikian?
Country General Manager Rumah123 Ignatius Untung menjelaskan, generasi milenial memiliki tren yang berbeda mengenai hunian. Mereka lebih membelanjakan penghasilan mereka untuk pengalaman dan hiburan, ini yang menyebabkan belanja untuk liburan dan bepergian cenderung meningkat.
"Fakta bahwa kenaikan harga properti lebih cepat dari kenaikan penghasilan, mereka tidak tahu itu," kata Untung saat memberikan tanggapan pada seminar "Dukungan Akses Perbankan Terhadap Program Sejuta Rumah" yang diselenggarakan BTN dan Harian Kompas di Jakarta, Selasa (19/12/2017).
Untung memandang, generasi milenial tahu betul bahwa properti merupakan salah satu kebutuhan pokok. Namun, bagi mereka, hunian tidak harus dibeli, namun bisa saja disewa.
Ia menyatakan, pandangan ini tidak sepenuhnya benar. Lantaran, dengan menyewa, maka generasi milenial tidak memiliki daya terkait kontrol harga.
"Harus diedukasi bahwa properti penting. Harga tiket pesawat tidak akan naik lebih cepat dari gaji, tapi kalau harga rumah pasti lebih cepat naiknya dari gaji," ungkap Untung.
Pada kesempatan yang sama, perencana keuangan OneShildt Financial Planning Agustina Fitri menjelaskan, ada beberapa alasan yang mendasari generasi milenial cenderung enggan membeli hunian.
Pertama, millenial lebih mengedepankan gaya hidup. "Mereka mengutamakan pengalaman daripada kepemilikan (hunian)," jelas Fitri.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.