Teknologi Distributed Ledger yang dianut Blockchain, teknik cryptography yang digunakan untuk mengamankan sistemnya, konsep bitcoin mining dan reward di dalamnya, mekanisme pencatatan dan verifikasi-nya yang canggih, serta beragam metode unik nan kompleks yang dikembangkan Satoshi benar-benar merupakan paket teknologi yang arsitektur sistem dan cara kerjanya dengan mudah membingungkan masyarakat awam.
Belakangan, keruwetan dan kompleksitas sistem Btc kerap menjadi bahasa magis yang kerap dikumandangkan oleh banyak media mainstream, termasuk juga potensi-potensi yang dapat diaplikasikan teknologi ini. Namun, sepertinya para pelaku industri Blockchain lebih memilih terlena untuk menikmati gurihnya profit dari investasi bitcoin daripada berpeluh dengan kompleksitas dan pengaplikasian teknologi Blockchain yang masih belum aplikatif.
(Baca juga: Daftar Negara yang Melarang Penggunaan Mata Uang Digital Seperti Bitcoin )
Pemberitaan yang begitu masif di beberapa media massa utama dunia, terlebih dengan kehebohan yang ditimbulkan dari kenaikan harga bitcoin dalam beberapa bulan terakhir, telah secara otomatis mendongkrak popularitas bitcoin dan sukses menyedot banyak investor untuk berburu bitcoin.
Apakah lantas dengan populasi pengguna dan investor bitcoin yang kian masif dan segera menjadi mainstream ini kelak akan menjadi tekanan bagi pemerintahan di banyak negara untuk segera mengakui dan menerimanya sebagai alat pembayaran?
Ketiga, masyarakat pada umumnya belum menerima penggunaan uang virtual. Masyarakat membutuhkan waktu untuk mengerti bagaimana cara memperoleh, menyimpan, mengamankan, dan menggunakan bitcoin.
Hal yang sama juga terjadi dengan pemerintah masing-masing negara. Otoritas masih belum menemukan cara memonitor dan mengendalikan pergerakan uang digital ini. Akun pemilik Btc dapat dengan mudah dan cepat memindahkan harta virtual mereka di antara mereka sendiri tanpa perantaraan siapa pun—apakah itu bank ataupun lembaga lain—sehingga keberadaannya tidak mudah terlacak.
Model keuangan semacam ini sangat rentan digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan terorisme, money laundry, penggalangan dana untuk kegiatan terlarang, kejahatan narkoba, atau transaksi ilegal lainnya.
Keempat, konsep bitcoin sebagai mata uang sedemikian rumit dan kompleks, sehingga menimbulkan kesulitan bagi banyak masyarakat umum untuk memahaminya, untuk mengerti karakterisitk dan cara kerjanya.
Yang paling utama adalah konsep dan mekanisme pembuatan bitcoin. Penjelasan mengenai bagaimana sistem Bitcoin Blockchain mencetak uang bitcoin baru, yang kerap dikenal dengan istilah mining, itu saja sudah cukup bikin pusing bagi kebanyakan orang.
Secara keseluruhan, bitcoins hanya akan berjumlah 21 juta. Hingga hari ini, proses bitcoin mining baru menghasilkan sekitar 16,77 juta bitcoins, dan diperkirakan populasi utuhnya akan tercapai pada 2140.
Kemudian, bagaimana sistem tersebut menyimpan dan mengelola seluruh transaksi bitcoin, baik dari transaksi menghasilkan maupun transaksi mengirim dan menerima bitcoin, ini juga membuat banyak orang kesulitan membayangkan persisnya metode dan cara kerjanya.
Kelima, yang terakhir sekaligus yang tidak kalah membingungkan adalah konsep nilai yang termuat dalam satu bitcoin.
Nilai mata uang fiat umumnya dipengaruhi cadangan emas atau faktor-faktor lain seperti stabilitas suatu negara, kepercayaan terhadap mata uang, dan volume perdagangan yang melibatkan mata uang tersebut.
(Baca juga: 5 Alasan yang Bikin Orang Masih Enggan Koleksi Bitcoin )
Lain halnya dengan bitcoin. Semula, penciptaannya ingin terhindar dari pengaruh supply dan demand. Namun, pada perkembangannya malah sangat tergantung dengan supply dan demand. Hal ini berdampak pada volatilitas nilai dari bitcoin itu sendiri.
Perilaku pergerakan nilai dan volatilitas bitcoin yang naik turun bak roller-coaster, seperti mengingatkan kita bagaimana bitcoin kemudian diperlakukan layaknya komoditas investasi lainya. Bitcoin terlihat tidak lagi diperlakukan sebagai mata uang yang nilainya relatif lebih stabil sehingga dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran dan dapat dijadikan simpanan.
Di banyak negara, meski sudah banyak merchants yang menerima pembayaran dengan bitcoin, nampaknya volume transaksinya mereka pun masih sangat minim.
Hal ini mudah dimaklumi karena para empunya bitcoin tentu tidak kepengin menukarkan bitcoin yang mereka miliki saat ini dengan secangkir kopi atau seloyang pizza, karena di beberapa bulan mendatang bitcoin mereka akan menjanjikan keuntungan luar biasa.
Namun, sepertinya kebingungan-kebingungan itu tidak akan menyurutkan minat para investor. Meski harganya sudah dinilai banyak pengamat mengalami bubble, bitcoin tetap saja menarik di mata para investor yang seperti gelap mata memburunya. Mungkinkah ini bentuk optimisme para investor menyambut tahun baru?
Pada hari ulang tahun ke-9 bitcoin ini, jika saja kita berkesempatan bertanya kepada Satoshi, mungkin dia sendiri akan kebingungan dengan arah dan masa depan bitcoin yang semula ia ciptakan untuk menjadi uang baru, uang digital yang juga dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran.
Jadi, Mister Satoshi, mau dibawa ke mana bitcoin?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.