Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Perhimpunan Pelajar Indonesia
PPI

Perhimpunan Pelajar Indonesia (www.ppidunia.org)

Kerangka Hukum untuk Mendorong Penggunaan Energi Baru Terbarukan

Kompas.com - 10/01/2018, 11:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

PENGGUNAAN energi baru terbarukan adalah sebuah keniscayaan karena dampak dari energi fosil yang sangat merusak lingkungan dan pada akhirnya akan habis karena keterbatasannya.

Pemerintah Indonesia tentunya menyadari hal tersebut dan memiliki komitmen untuk lebih banyak menggunakan energi baru dan terbarukan sebagai sumber energi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang mengharuskan pemerintah pusat dan daerah untuk mendorong penggunaan energi baru terbarukan.

Hal ini juga didorong oleh Paris Agreement pada 2015. Isinya mendorong upaya untuk menahan kenaikan temperatur global di bawah dua derajat Celcius dan mengembangkan kebijakan mengurangi emisi gas, salah satu caranya dengan mengurangi penggunaan energi fosil serta beralih kepada energi baru terbarukan.

Dari 196 negara yang mengikuti negosiasi perjanjian tersebut, Perancis merupakan salah satu yang terdepan dari sisi kebijakan dengan berkomitmen untuk tidak menggunakan batu bara untuk memproduksi listrik pada tahun 2022. Artinya, Perancis akan sangat berpihak pada energi baru dan terbarukan.

Lalu, bagaimana dengan implementasi kebijakan dan pengaturan energi baru terbarukan di Indonesia?

Saat ini Indonesia sudah memiliki road map untuk pengembangan energi nasional dengan Kebijakan Energi Nasional yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 yang menargetkan bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050.

Mengacu pada peraturan tersebut, sebetulnya sangat sulit bagi Indonesia untuk mencapainya. Tahun ini saja, persentase energi baru terbarukan baru sebesar 11 persen dari bauran energi nasional.

Selisih antara perencanaan dan fakta di lapangan inilah yang membuat Indonesia mulai menggenjot pemakaian energi baru terbarukan dengan menggunakan tenaga surya untuk daerah pedesaan dan kepulauan.

Indonesia juga mengembangkan tenaga panas bumi yang diperkirakan memiliki potensi sekitar 29 GW yang saat ini penggunaannya dioptimalkan oleh PT Pertamina Geothermal Energy sebesar 437 MW dengan 12 wilayah kerja.

Di samping itu, pemerintah juga mulai membangun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dengan kapasitas 75 MW di Sidrap, Sulawesi Selatan.

Peraturan yang mendorong percepatan target

Melihat kondisi persentase energi baru dan terbarukan yang masih cukup jauh dari target 23 persen dari seluruh bauran energi nasional pada tahun 2025, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional.

Perpres ini menekankan bahwa paradigma energi harus berkelanjutan dan tidak hanya digunakan untuk ekspor semata.

Selain itu, perpres tersebut juga menekankan perlunya cara-cara inovatif untuk mengembangkan energi baru terbarukan serta perlunya pengembangan energi baru terbarukan secara masif.

Sesuai lampiran perpres tersebut pada tahun 2023 ditargetkan 45,2 GW menggunakan energi baru terbarukan, dengan jumlah terbesar pada hidro dengan 17,9 GW dan panas bumi dengan 7,2 GW.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com