Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang P Jatmiko
Editor

Penikmat isu-isu ekonomi

Via Vallen, Nella Kharisma, dan Disrupsi Dangdut Koplo

Kompas.com - 15/01/2018, 07:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorErlangga Djumena

KOMPAS.com - Dalam beberapa kali perjalanan naik bus Antar-Kota Antar-Provinsi (AKAP) Rosalia Indah dari kampung  saya di Jawa Timur menuju ke Jakarta beberapa waktu lalu, awak bus hampir selalu menyuguhkan lagu-lagu koplo.

Grup dangdut seperti New Pallapa, Monata pimpinan Cak Sodiq, Sagita serta grup-grup lainnya, selalu diputar sepanjang perjalanan.

Dalam VCD yang diputar awak bus, saya juga melihat penampilan para artis dangdut jawa timuran itu. Ratna Antika, Wiwik Sagita, Nella Kharisma, Rena KDI, Via Vallen serta yang lainnya. “Iki sapa maneh penyanyine?....” batin saya saat itu.

Saya sendiri tak begitu hirau dengan musik-musik itu. Selain kuping saya yang kurang terbiasa dengan lagu-lagu yang dibawakan, bermain ponsel mungkin jauh lebih menarik ketimbang menonton dangdut yang diputar. Lihat media sosial, baca-baca artikel berita hingga mengikuti diskusi di grup WhatsApp.

Namun beberapa bulan ini tiba-tiba diskusi mengenai dangdut koplo begitu ramainya di media sosial. Siapa lagi kalau bukan karena Via Vallen dan Nella Kharisma. Hingga kuping saya paksa mendengarkan musik-musik itu.

Lewat Youtube, saya pertama kali memutar Sayang yang dibawakan Via Vallen sekitar 3 bulan lalu. Satu, dua kali saya putar. Lama-lama kecanduan.

Kemudian saya juga menjajal Jaran Goyang yang dinyanyikan Nella Kharisma. Tak kalah asyiknya. Dan, lagu itu sampai sekarang tak pernah saya lewatkan sehari pun untuk didengarkan.

Tahap kedua, saya memberanikan diri melihat video klip mereka sampai tuntas. Tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya, mereka tampil elegan. Sopan dan tidak lebay.

Selain itu, dua penyanyi ini juga relatif “bersih” dari cerita-cerita miring yang akrab dengan para artis. Bagi konsumen hiburan yang menjadikan moral sebagai pertimbangan utama, hal ini tentu menjadi nilai tambah tersendiri.

Hingga akhirnya saya memantapkan diri untuk memasang lagu keduanya dalam playlist lagu yang saya putar.

Ya, dangdut koplo boleh dibilang merangsek naik kelas. Lewat keduanya, musik dangdut menyapa kalangan yang selama ini belum akrab dengan jenis musik tersebut. Koplo juga berjajar dengan genre pop yang dibawakan artis papan atas nasional.

Coba tengok di Youtube. Sayang dan Jaran Goyang, di pekan pertama Januari 2018 berhasil meraih viewers di atas 120 juta. Sementara, sebagian besar lagu-lagu bergenre pop yang populer mendulang penonton kurang dari 100 juta.

Inovasi Disruptif

It doesn’t matter what you made, or see, or offer. If you continue to embrace ‘business as usual’, you are doomed, demikian kata Alexander Osterwalder (2010).

Menjalankan bisnis dengan cara-cara yang biasa, entah cepat atau lambat, akan ditinggalkan oleh konsumen. Bagaimanapun, konsumen akan mencari produk yang lebih baik dari yang telah ada sebelumnya.

Via Vallen berpose di sela acara HUT Indosiar ke-23 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2018).Kompas.com/Tri Susanto Setiawan Via Vallen berpose di sela acara HUT Indosiar ke-23 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2018).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com