Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produsen Biofuel Klarifikasi Soal Subsidi Besar dari BPDP

Kompas.com - 22/01/2018, 20:14 WIB
Yoga Hastyadi Widiartanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) mengklarifikasi kabar yang soal sejumlah perusahaan biodiesel menerima subsidi triliunan rupiah dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit.

Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan dalam program bahan bakar nabati (BBN) hingga penananam kembali atau replanting sawit, sebenarnya tidak ada subsisi.

Pasalnya dana yang dipakai untuk keperluan itu 100 persen merupakan hasil iuran ekspor (levy) para pengekspor sawit.

Adapun besaran levy tersebut berkisar pada 10 dollar AS hingga 50 dollar AS per ton ekspor sawit atau produk olahannya.

"Jadi salah kalau dibilang menerima subsidi. Apalagi subsidi pemerintah. Ini dananya dari swasta sendiri untuk menjalankan ini," terangnya saat berbincang dengan wartawan di kantor Aprobi, Jakarta, Senin (22/1/2018).

Dia menceritakan, dana program BBN hingga replanting sawit sudah mulai sejak 2006 silam dan menjadi mandatory pada 2008. Selanjutnya pada periode 2009-2014, program tersebut mendapat subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Tapi subsidi tersebut ternyata putus sebelum periode yang ditetapkan. Defisit perdagangan luar negeri yang terjadi pada 2012 membuat kucuran subsidi dari APBN itu berhenti.

Menurut Paulus, dana subsidi sudah mulai berhenti sejak APBN 2013-2014 diputuskan untuk dipotong. Kemudian benar-benar berhenti pada 2014 karena pemerintah tidak sanggup lagi memberi subsidi.

Sejalan dengan itu, harga crude palm oil (CPO) dunia turun dan berdampak pada penerimaan negara, pendapatan petani sawit serta perusahaan.

Kemudian, sejumlah perusahaan ekspor sawit bersama pemerintah merancang program pengumpulan dana dan terbentuklah BPDP.

Dana ini dipakai untuk meningkatkan kembali pendapatan negara, petani, dan swasta, sekaligus menjalankan kembali program kewajiban BBN-biodiesel, replanting, riset, promosi, serta advokasi.

Dalam hal program kewajiban BBN-biodiesel, dana dipakai salah satunya untuk membayar selisih harga pada bahan bakar nabati yang dibeli Pertamina. Selisih harga itu muncul karena Pertamina hanya mau membayar pembelian itu sesuai dengan harga solar.

"Nah selisihnya (antara harga solar dengan biodiesel) ditanggung BPDP Sawit. Memang agak complicated, tapi ya begitu. Kami yang harus menagih ke BPDP Sawit sesuai dengan harga per volumenya, harga patokan," jelas Paulus.

Salah perbandingan

Paulus menekankan bahwa dari seluruh perusahaan BBN, ada yang memiliki kebun sawit, mengekspor dan membayar levy. Lalu ada juga yang tidak punya kebun, tidak mengekspor, tapi memproduksi biodiesel.

Sedangkan dana program BBN-biodiesel digunakan untuk membayar perusahaan yang memproduksi biodiesel dan menjualnya ke Pertamina.

Artinya, ada perusahaan yang tidak membayar levy tapi karena memproduksi biodiesel jadi mendapat kucuran dana program BBN. Ada juga yang tidak mendapat kucuran dana, tapi membayar iuran sangat besar karena ekspornya besar.

"Dari semua catatan tadi, maka upaya membandingkan antara levy dari perusahaan ekspor sawit dengan (dana yang diterima perusahaan dari) selisih harga solar dan biodiesel , itu tidak relevan," tegas Paulus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com