Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

Ini Cara Untuk Mengukur Saham Sudah Mahal atau Masih Murah

Kompas.com - 26/01/2018, 15:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAprillia Ika

KOMPAS.com - Indeks Harga Saham Gabungan atau sering disebut IHSG yang terus menerus mencetak rekor baru merupakan berita positif bagi investor. Meski demikian, ada yang berpendapat bahwa saat ini IHSG sudah terlalu tinggi, sehingga memilih melakukan profit taking atau menunda rencana investasi sambil menunggu koreksi pasar.

Selain “tinggi dan rendah”, ada juga yang menyebutkan dengan istilah “mahal dan murah”. Dalam konteks pasar modal, istilah yang lebih tepat adalah “mahal dan murah”. Bagaimaan cara untuk mengukur mahal dan murahnya saham?

Istilah mahal dan murah bagi orang awam mengacu pada harga. Namun bagi pelaku di pasar modal, istilah mahal dan murah tidak mengacu pada harga melainkan pada valuasi. Valuasi daripada IHSG dihitung dengan membandingkan antara harga dengan laba bersihnya.

Misalkan saat ini IHSG di level 6600, kemudian total dari seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menghasilkan laba bersih setara dengan 300, maka valuasi daripada IHSG adalah 6600 dibagi 300 = 22 kali.

Angka 22 kali ini dalam istilah pasar modal ini disebut dengan Price Earning Ratio (PE Ratio) sering juga disingkat dengan PER. Angka PER inilah yang selanjutnya digunakan oleh investor di pasar modal untuk menentukan mahal murahnya saham ataupun IHSG secara keseluruhan.

Semakin tinggi PER, maka semakin mahal valuasi saham, sebaliknya semakin rendah PER, maka semakin murah valuasi saham. Dalam bahasa awam, PER juga bisa diistilahkan waktu kembali modal. Misalkan suatu perusahaan memiliki PER 20 kali, maka bisa dianalogikan jika perusahaan mengembalikan semua laba bersihnya kepada pemegang saham, maka 20 tahun lagi semua investasi yang ditanamkan akan terbayarkan sepenuhnya.

Harga saham bisa naik dan turun setiap hari mengikuti dinamika permintaan dan penawaran di bursa. Laba bersih juga bisa naik turun namun periodenya tidak setiap hari melainkan 3 bulanan sesuai dengan publikasi laporan keuangan.

Angka IHSG sendiri tidak cocok untuk digunakan untuk menyatakan mahal murah karena bersifat sangat relatif. Sebagai contoh, dengan IHSG saat ini di level 6600an, maka angka 6000 akan dianggap sebagai level yang murah dan memicu banyak investor untuk melakukan investasi.

Padahal, seandainya angka 6000 terjadi di tahun 2017 atau bahkan 2016 sudah dianggap tinggi dimana pada titik tersebut, akan banyak investor yang melakukan realisasi keuntungan (profit taking). Jadi sekali lagi angka IHSG adalah relatif, tergantung pada tahun berapa angka tersebut terjadi.

Sementara jika menggunakan valuasi, istilah mahal atau murah akan lebih konsisten. Dengan melanjutkan contoh di atas, misalkan pada saat ini IHSG di 6600 dan laba bersih perusahaan adalah 300 sehingga diperoleh PER 22 kali.

Kemudian pada suatu waktu IHSG naik menjadi 7000, namun laba bersih perusahaan juga ikut meningkat menjadi 350 sehingga hitungan angka PER menjadi 20 kali. Pada saat itu, bisa dikatakan IHSG di 7000 dengan PER 20 kali “lebih murah” dibandingkan IHSG ketika 6600 dengan PER 22 kali.

Secara teori investasi, dalam jangka panjang yang namanya harga aset akan mencerminkan nilai wajarnya (fairly valued). Oleh karena itu, ketika suatu aset kemahalan (overvalued), maka pada suatu saat harganya akan turun. Sebaliknya ketika suatu aset kemurahan (undervalued), maka suatu saat harganya akan kembali naik.

Tentu saja dalam praktek, proses harga pasar mencerminkan nilai wajarnya membutuhkan waktu. Ada yang berbulan-bulan, tapi ada pula yang tahunan. Ada pula saham yang valuasi sahamnya sudah tinggi, namun karena investor percaya dengan kemampuan perusahaan meningkatkan laba di masa mendatang, harganya tidak turun-turun.

Ada juga saham yang walaupun valuasinya sudah sangat murah, namun karena adanya keraguan dalam kemampuan perusahaan mencetak laba atau mungkin juga sahamnya kurang likuid, harganya tetap tidak naik walaupun sudah bertahun-tahun.

Dengan demikian, walaupun valuasi sudah mahal, sepanjang diyakini perusahaan dapat mencetak laba bersih lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya, maka potensi untuk terus mengalami kenaikan masih akan terus ada.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com