Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerhati Kesehatan hingga Pelaku Usaha Kritik Cukai Vape 57 Persen

Kompas.com - 27/01/2018, 14:04 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana pemerintah mengenakan cukai 57 persen untuk rokok elektrik atau vape menuai kritik. Pemerhati kesehatan, pelaku usaha vape, dan ekonom menyoroti rencana pemerintah tersebut.

Dokter sekaligus pemerhati kesehatan dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia Amaliya meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana tersebut.

"Kami mohon kepada pemerintah dalam merumuskan regulasi mohon dlihat lagi rujukan atau literatur mengenai vape ini," ujar Amaliya dalam sebuah diskusi di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu (27/1/2018).

Ia mengatakan, berdasarkan penelitian Public Health of England, bahaya vape untuk kesehatan hanya 5 persen dari rokok konvensional.

Baca juga: Ekonom Indef: Belum Saatnya Vape Dipajaki

Sementara berdasarkan penelitian YPKP dan Universitas Padjajaran Bandung, katanya, rokok yang dibakar menghasilkan 4.000 zat pemicu kanker dan racun.

Dari sisi kesehatan, Amaliya mengatakan, vape lebih sehat dibandingkan rokok konvensional.

Ketua Bidang Legal dan Business Development Asosiasi Personal Vapoizer Indonesia (APVI) Dendy Dwiputra menyambut baik rencana pemerintah membuat regulasi vape.

Namun, pelaku usaha vape keberatan cukai vape yang mencapai 57 persen. Ia menilai, tarif tersebut tidak adil karena pelaku usaha vape adalah kelas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Baca juga: Pro Kontra soal Vape, Pemerintah Disarankan Lihat Standar Cukai Internasional

"Jangan disamakan kami dengan industri (rokok) yang sudah ada," katanya.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudhistira merasa heran karena pemerintah mengatur cukai vape 57 persen.

Padahal perkembangan vape di Indonesia tergolong baru dan skalanya masih kecil. Namun, harus menanggung beban demi pemasukan negara.

Menurut Bima, potensi penerimaan cukai vape hanya Rp 57 miliar dalam setahun. Sementara itu, masih banyak potensi cukai yang lebih besar dan tidak digarap pemerintah.

Baca juga: Satu Bukti Lagi Mengapa Vape Tak Lebih Sehat dari Rokok Biasa

Misalnya cukai asap kendaraan bermotor 5 persen dengan potensi penerimaan Rp 6 triliun. Ada pula potensi Rp 254 miliar dari cukai plastik dan Rp 470 miliar cukai minuman berpemanis.

"Kalau ini tujuannya pengendalian, maka penerapan cukai vape 57 persen kebangetan," kata Bima.

Baca juga: Juli 2018, Pemerintah Terapkan Cukai untuk Vape

Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik tertentu.

Karakteristik tersebut yaitu barang yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredaranya perlu diawasi, dan pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.

Kompas TV Penyelundupan Synthetic cannabinoids semakin meningkat seiring bertambahnya pengguna vape.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Whats New
OJK Sebut Perbankan Mampu Antisipasi Risiko Pelemahan Rupiah

OJK Sebut Perbankan Mampu Antisipasi Risiko Pelemahan Rupiah

Whats New
Bertemu Tony Blair, Menko Airlangga Bahas Inklusivitas Keuangan hingga Stabilitas Geopolitik

Bertemu Tony Blair, Menko Airlangga Bahas Inklusivitas Keuangan hingga Stabilitas Geopolitik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com