DALAM beberapa hari ke belakang, Presiden Jokowi memberikan arahan kepada para menteri Kabinet Kerja, termasuk kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, agar terus meningkatkan kinerja ekspor komoditas perikanan. Terlebih sumber daya ikan di perairan Indonesia pasca-pemberantasan illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF) kembali meningkat dan perlu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Atas kondisi tersebut, Presiden Jokowi sangat mengapresiasi konsistensi Menteri Susi Pudjiastuti dalam memberikan efek jera kepada para pencuri ikan di perairan Indonesia.
Oleh sebab itu, konsistensi tersebut hendaknya terus dilakukan guna menjaga keberlanjutan dan kedaulatan pengelolaan sumber daya ikan.
Kinerja ekspor perikanan dalam tiga tahun terakhir sempat mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2015. Namun demikian, kinerja nilai ekspor kembali meningkat pada tahun 2016 dan 2017. Nilai ekspor komoditas perikanan pada periode 2016-2017 yang naik 8,18 persen (KKP 2018).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018, terlihat bahwa volume ekspor komoditas ikan tahun 2017 mencapai 1,02 juta ton dengan nilai mencapai 4,51 miliar dollar AS.
Nilai ekspor tahun 2017 tersebut hampir mendekati nilai ekspor tahun 2014 yang mencapai 4,64 miliar dollar AS. Bahkan nilai ekspor komoditas ikan tahun 2017 terlihat sudah melebihi nilai ekspor tahun 2012 dan 2013 yang masing-masing tercatat hanya 3,87 miliar dollar AS dan 4,16 miliar dollar AS, padahal pada tahun tersebut kekuatan kapal eks asing masih menguasai perairan Indonesia (lihat tabel di bawah).
Penyebab turunnya ekspor perikanan 2015
Pada 2012, volume ekspor komoditas ikan laut lainnya mencapai 50,84 persen dari total volume ekspor perikanan atau sekitar 630.440 ton.
Sementara itu, pada 2015 volume ekspor komoditas ikan laut lainnya turun drastis menjadi 407.010 ton atau turun sekitar 31,04 persen dibandingkan volume ekspor pada 2014, yang mencapai 590,210 ton.
Komoditas ikan laut lainnya inilah yang menjadi penyebab utama anjloknya volume ekspor perikanan Indonesia pada tahun 2015 sekitar 15,47 persen (lihat tabel di bawah).
Sebelum moratorium, wilayah perairan Maluku dan Papua merupakan wilayah penangkapan kapal-kapal ikan asing dan eks asing.
Berdasarkan data BPS (2018), terlihat bahwa sebelum moratorium, komoditas ikan laut lainnya sangat mendominasi volume ekspor dari Maluku, yaitu mencapai sekitar 84,62 persen (125.890 ton).
Harga komoditas ikan tersebut hanya sekitar 0,43 dollar AS per kg dengan negara tujuan utama adalah Thailand sebanyak 87,86 persen dan China sebesar 10,30 persen (KKP 2018).
Artinya, ikan-ikan yang dikeruk kapal eks asing dari perairan Maluku dan Papua dihargai sangat murah, padahal kita ketahui ikan-ikan di wilayah tersebut umumnya merupakan ikan-ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti kakap merah, tuna, dan udang.