Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Edhy Prabowo
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Ketua Komisi IV DPR RI, Wakil Ketua DPP Partai Gerindra

Jangan Mengkhianati Petani!

Kompas.com - 12/02/2018, 11:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Kalau Bulog bisa menampung hasil pertanian dengan harga fantastis, tentunya petani bisa merasakan hasilnya," ujar Bupati Pati, Haryanto dalam panen raya bersama Menteri Pertanian Amran Sulaiman di Desa Wotan, Kecamatan Sukolilo hari ini (7/2). Bupati Haryanto berkesempatan 'wadul' atau curhat pada Menteri, salah satunya tentang impor beras yang akan dilakukan pemerintah pusat.”

(Kutipan dari PatiNews.Com – Sukolilo, Jawa Tengah, 7 Februari 2018.)

Saya cukup kaget membaca berita ini. Di tengah sedang gencarnya wacana pemerintah yang tak memihak petani: impor beras, dalam sebuah panen raya seorang bupati berani menyentil menterinya. Rakyat petani yang memohon pada pemerintah pusat, yang nota bene adalah pelindungnya, untuk tidak melakukan impor beras karena mereka yakin panennya melimpah-ruah. Ironis.

Berita itu memang berisi ungkapan hati seorang bupati di daerah lumbung beras di Jawa Tengah. Ia mewakili petani menyampaikan keberatannya atas rencana impor beras yang dilakukan pemerintah pusat. Ia pun mengungkapkan kebijakan impor beras ini akan melukai para petani di Kabupaten Pati, sebab hasil panen di Kabupaten Pati setiap tahunnya saja justru surplus beras.

Di desanya, Desa Wotan, 1.700 hektar lahan pertanian semuanya mampu panen raya, bahkan tahun ini termasuk surplus. Belum lagi di seluruh Kabupaten Pati ada lahan pertanian sekitar 59.000 hektar yang siap panen.

Impor beras ketika kondisi pangan stabil?

Desa Wotan hanya satu contoh riil. Contoh yang membuat kita semua kaget ketika akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengimpor beras sebanyak 500.000 ton dari Vietnam dan Thailand. Alasannya klasik, untuk mengamankan kebutuhan pangan dan hajat perut rakyat, serta menjaga stabilitas harga beras di pasaran.

Namun, banyak kejanggalan dan tanda tanya bagi saya. Yang paling utama, mengapa tak ada angin tak ada hujan pemerintah tiba-tiba melakukan impor beras di saat kondisi pangan kita terbilang stabil. Menteri Pertanian pernah bilang tidak akan melakukan impor beras setidaknya hingga pertengahan 2018 karena produksinya mencukupi.

Selain itu, pemerintah juga memiliki serapan beras 8.000-9.000 ton per hari. Bahkan di beberapa daerah mengalami surplus beras, seperti di Desa Wotan tadi. Impor beras adalah bentuk mengkhianati petani kita sendiri.

Saya mencatat, pada 2015, pemerintah pernah melakukan impor beras. Anggaran kurang, hingga hasilnya pun kurang. Saat ini, anggaran yang dimiliki pemerintah untuk sektor pertanian jauh lebih besar dari sebelumnya. Seharusnya dengan meningkatnya anggaran, pemerintah punya kemampuan menjaga ketersediaan pangan tanpa melakukan impor. Menurut saya, penambahan anggaran tidak mengubah hasil pencapaian karena masih melakukan impor beras.

Peran Bulog, ke mana perginya?

Selama ini, persoalan beras selalu ditangani oleh Badan Urusan Logistik (Perum Bulog), tetapi saya heran kenapa Bulog tidak dapat mengendalikan pasar dan kalah bersaing dengan pedagang?

Walaupun pada Harian Kompas, 30 Januari 2018, disebutkan bahwa Bulog tetap mengatur tinggi-rendah pasokan bahan pangan utama ini. Direktur Pengadaan Perum Bulog Andrianto Wahyu Adi menyatakan, beras impor pertama sebanyak 26.000 ton, akan datang pada 11 Februari 2018 nanti.

Namun, pertanyaan besarnya tetap. Kenapa Indonesia, negara lumbung padi, harus mengimpor beras? Pemerintahan Jokowi-JK saat kampanye dulu berjanji akan kembali mewujudkan swasembada pangan. Pak Jokowi bilang, "Lahan sawah begitu luas kok beras masih impor?"

Namun, sudah tiga tahun lebih menjabat wacana itu tidak kunjung terbukti. Padahal, anggaran yang dialokasikan untuk pertanian hampir dua kali lipat dari pemerintahan sebelumnya. Kita berhak menagih janji pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan demi memakmurkan petani kita dan mewujudkan kedaulatan pangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com