Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Susi: Hampir Semua Kapal Cantrang Berukuran Besar

Kompas.com - 12/02/2018, 14:01 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan, hampir semua kapal cantrang yang melaut di kawasan perairan utara Jawa Tengah bukan kapal berukuran kecil.

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kapal-kapal tersebut berukuran besar, yakni di atas 30 gross tonage (GT).

Namun demikian, dalam surat-surat, kapal-kapal tersebut dilaporkan berukuran 30 GT ke bawah. Susi mengatakan, artinya selama ini ada markdown alias pengecilan ukuran kapal cantrang.

"Dari dua lokasi kita bisa pastikan, kapal-kapal cantrang yang selama ini bersembunyi di daerah itu berukuran di bawah 30 GT, ternyata hampir semua kapal cantrang itu berukuran di atas 30 GT," kata Susi dalam konferensi pers di kantornya di Jakarta, Senin (12/2/2018).

Susi menuturkan, dulunya memang cantrang hanya boleh digunakan pada kapal berukuran 10 GT. Ini berdasarkan aturan pemerintah yang terdahulu.

Namun, saat ini yang terjadi adalah kapal-kapal cantrang berukuran 30 GT ke atas. Bahkan, ada kapal-kapal cantrang yang berukuran 60 GT, 70 GT, hingga 130 GT.

"Jangan dibilang kapal cantrang itu kapal kecil, ternyata ukurannya di atas 30 GT. Mereka selama ini sembunyi di ukuran 30 GT," ungkap Susi.

Ia menuturkan, markdown tersebut dilakukan karena mereka menghindari kewajiban untuk membayar PNBP atau Penerimaan Negara Bukan Pajak. Selain itu, kapal-kapal itu dapat memperoleh solar bersubsidi.

Padahal, seharusnya hanya kapal di bawah 30 GT yang bisa memperoleh solar subsidi. Di samping itu, tambang-tambang kapal cantrang saat ini pun berukuran panjang nan besar.

"Cantrang yang sekarang itu hasil modifikasi, pakai pemberat, tambangnya yang kemarin diakui di depan Bapak Presiden itu 1.850 meter. Ada yang 2,4 kilometer di samping-samping, jadi 5 kilometer," jelas Susi.

Adapun tahapan peralihan alat tangkap adalah KKP membuka gerai untuk mendata dan melakukan wawancara dengan pemilik kapal. Kemudian, pemilik kapal wajib membawa dokumen asli dan fotokopi NPWP, KTP, SIUP, Kartu Keluarga, Surat Ukur, SIPI, PAS Besar, Sertfikat Kelaikan, Grosse Akta, Akta Jual Beli jika kapal diperoleh dari jual beli, serta Grosse Akta Balik Nama jika sudah balik nama.

Setelah didata dan wawancara, pemilik kapal diminta menandatangani Surat Pernyataan Kesanggupan untuk beralih alat tangkap dan memenuhi kewajiban lain seperti VMS dan pembayaran PNBP.

Bila seluruh proses terpenuhi, pemilik kapal dapat mengajukan Surat Keterangan Melaut (SKM) dan segera berlayar. Namun, kapal yang belum memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen diminta segera melengkapi dokumen persyaratan untuk dapat mengajukan SKM dan segera berlayar.

Secara normatif, penggunaan alat cantrang tetap dilarang. Namun, sesuai arahan Presiden, pemerintah mempersilakan kapal cantrang melaut kembali sambil mengurus pengalihan alat tangkap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com