Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semakin Rendah Hasil Survei Elektabilitas, Makin Mahal Biaya Konsultan Politik

Kompas.com - 14/02/2018, 09:17 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jasa konsultan politik di Indonesia merupakan peluang bisnis tersendiri, mengingat negara ini menerapkan sistem demokrasi yang secara tidak langsung mendorong kebutuhan sejumlah pihak akan jasa tersebut.

Meski begitu, bisnis ini juga memiliki tantangan tersendiri sehingga diperlukan strategi untuk menjaga keberlangsungannya di masa mendatang.

Kompas.com berkesempatan berbincang dengan salah satu pelaku bisnis jasa konsultan politik, Yunarto Wijaya yang sekaligus merupakan Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia pada Senin (12/2/2018). Perbincangan itu dirangkum ke dalam format tanya jawab sebagai berikut:

Bagaimana awal mula bisnis ini berkembang di Indonesia?

Awalnya, belum banyak lembaga riset politik. Charta Politika sendiri baru masuk ke wilayah itu baru 2005 karena saat itu baru Pilpres tahun 2004 dan setahun setelahnya Pilkada secara langsung, dari yang tadinya melalui DPRD.

Awalnya kami fokus ke data, survei, dan FGD (focus group discussion). Tapi, kebutuhannya ternyata bukan cuma itu. Mereka butuh output yang bisa berpengaruh langsung terhadap pemenangan mereka. Bagaimana elite politik kita mulai melek dengan hal yang sifatnya modern, terkait dengan riset. Tadinya, masih didasarkan pada gaya-gaya politik tradisional, siapa yang menguasai jaringan dan tokoh, sampai hal yang sifatnya spiritual.

Ketika bisnis jasa konsultan politik mulai diminati, apa saja layanan yang ditawarkan?

Apa yang jadi jasa kami, saya istilahkan sebagai 3M. Pertama mapping, berupa riset tentang perilaku pemilih dan bagaimana pemetaan di antara mereka dengan kompetitornya. Kedua, monitoring atau pendampingan.

Kami memberikan strategi dan mendampingi mereka, apakah langkah-langkah yang dilakukan dalam kampanye sudah benar atau tidak, sampai membantu membangun sebuah aplikasi dan indikator kerja. Ketiga, mobilizing atau jasa pemenangan. Untuk yang ini, bagaimana konsultan bergerak bukan cuma di level otak, tetapi langkah pemenangan yang paling utama. Misalnya, door to door campaign, training terhadap tim di lapangan, sampai pelatihan saksi sehingga memastikan suara yang dibutuhkan dalam Pilkada bisa menang.

Berapa tarif untuk layanan-layanan tersebut?

Saya enggak bisa sebut secara gamblang, tapi untuk survei kan jelas. Survei untuk kabupaten/kota, 400 responden antara Rp 120-150 juta sekali survei. Bisa dilakukan paket, ada diskon. (Survei) Pilkada provinsi, bisa Rp 225-350 juta, tergantung daerahnya. Kalau daerah yang sulit, apalagi Papua, itu harganya bisa dua kali lipat.

Tergantung jumlah responden dan kondisi daerah. Kalau jasa pemenangan, pendampingan, biasanya (dihitung) per bulan. Bagaimana eksklusivitas kami mendampingi calon akan dihargai per bulan. Lagi-lagi, tergantung seberapa sulit pertarungan dilakukan, itu dilihat dari survei. Semakin rendah hasil survei (elektabilitas), semakin mahal pendampingan.

Semakin tinggi hasil survei, semakin murah jasa pendampingan karena sebenarnya tugas konsultan tidak berat. Jasa pemenangan juga akan bergantung pada kondisi tadi, semakin kondisi di lapangan sulit karena hasil survei rendah, harganya akan semakin mahal.

Komponen apa yang membuat jasa konsultan politik jadi mahal?

Secara bisnis mana yang lebih mahal, ya di mobilizing. Level eksekusinya. Mahal itu juga kalau pendampingan sampai level saksi, tim pemenangan, mendampingi tim partai itu cenderung mahal karena betul-betul pasukan yang dibutuhkan akan banyak sekali.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com