Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Kritik Tarik Ulur Tarif Interkoneksi

Kompas.com - 27/02/2018, 16:00 WIB
Aprillia Ika

Editor

Sumber

KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia menyayangkan tarik ulur tarif interkoneksi di Indonesia, sehingga regulasi mengenai tarif interkoneksi terkatung-katung selama tiga tahun.

Industri telekomunikasi memang sangat menanti aturan tarif interkoneksi ini, sebab yang lama kurang mencerminkan kondisi industri telekomunikasi saat ini.

Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih mengatakan bahwa tiga tahun terakhir, industri telekomunikasi Indonesia lebih disibukkan dengan hal-hal yang bersifat artifisial.

"Tiga tahun ini bisnis telekomunikasi telah berubah menjadi bisnis regulasi," ujar Alamsyah kepada KONTAN, Senin (26/2/2018).

Aturan penetapan biaya interkoneksi terakhir dikeluarkan tahun 2006 melalui Peraturan Menteri Kominfo No. 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi.

Baca juga : Pengamat Pajak: Tarif Interkoneksi Asimetris Lebih Untungkan Negara

Perlu diketahui, tarif interkoneksi adalah komponen yang harus dibayarkan oleh operator A kepada operator B yang menjadi tujuan panggilan penggunanya.

Selama ini, biaya tersebut disepakati Rp 250 per menit. Umumnya, tarif tersebut dikaji kembali tiap tiga tahun.

Sebelumnya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku verifikator independen yang ditunjuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sudah menyelesaikan hasil verifikasinya pada 22 Desember 2017 dengan rekomendasi tarif interkoneksi asimetris.

Rekomendasi tersebut juga sudah diserahkan ke Kemenkominfo di akhir tahun 2017.
Kemenkominfo kemudian menyerahkan hasil verifikasi ke BRTI untuk dievaluasi.

Berdasarkan pemberitaan KONTAN pada 6 Februari BRTI menyatakan, masih membicarakan hasil verifikasi dengan operator, sebelum diserahkan ke Kemenkominfo kembali untuk diketok palu.

Baca juga : Tarik-menarik Tarif Interkoneksi

Namun kini, Kemenkominfo kembali mengajak operator membicarakan hasil verifikasi tersebut. Dengan demikian, proses penetapan tarif interkoneksi untuk operator dipastikan akan kembali molor.

Alamsyah mengatakan, rekomendasi BPKP wajib diperhatikan untuk mencegah kemungkinan kerugian penerimaan negara.

"Akan menjadi masalah jika di kemudian hari ada kerugian penerimaan negara akibat rekomendasi tak dijalankan atau tak dijadikan pertimbangan," kata dia.

Sementara itu, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Agung Harsoyo mengatakan masih ada keberatan dari pihak operator atas rekomendasi BPKP.

Menurut Agung, sebenarnya pembahasan mengenai penetapan biaya interkoneksi tak perlu dilakukan berlarut-larut ketika semua operator telekomunikasi memahami dan tidak menganggap interkoneksi sebagai pendapatan.

Halaman:
Sumber


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com